Malang, NU Online
Rencana Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mempertemukan para ulama besar dari seluruh dunia, awal bulan depan di Istana Bogor, merupakan bentuk peran serta NU dalam pentas percaturan internasional. Melalui uluran tangan NU yang dikenal berhaluan moderat, diharapkan konflik-konflik sektarian yang terjadi di dunia muslim bisa segera mereda.
“Melihat konflik di Timur Tengah yang seperti itu, baik di Iraq, Palestina, Syiria, NU tidak bisa tinggal diam,” kata Ketua Umum PBNU DR KH A Hasyim Muzadi saat ditemui di kediamannya, Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang, Sabtu (17/3) lalu.
<>Hasyim menuturkan, konflik yang terjadi di Timur Tengah itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan kenegaraan. Sebab perseteruan itu bersifat komplek. Selain faktor kekuasaan dan kepentingan, faktor sektarian juga sangat berperan di dalamnya. “Dari sanalah melalui operasi intelijen tentara pendudukan menyulut pertentangan menjadi semakin keras,” tutur Hasyim.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia tidak bisa berpangku tangan melihat penderitaan negara-negara muslim tersebut. Hasyim menuturkan, Indonesia saat ini telah mengulurkan bantuan penyelesaian melalui dua jalur pendekatan. Pertama, melalui jalur kenegaraan. Dalam hal ini Menlu RI Hasan Wirajuda telah berkeliling ke negara-negara Timur Tengah yang sedang dilanda konflik, plus beberapa negara Eropa, untuk mengusahakan perdamaian.
Sedangkan jalur kedua yang ditempuh Indonesia adalah melalui pendekatan ulama. Sebab pada kenyataannya, yang menjadi komandan lapangan di daerah konflik adalah para ulama. Isu yang dihembuskan adalah konflik sektarian, dan peran ulama masing-masing menjadi sangat menonjol, bahkan bisa mengalahkan peranan pemimpin pemerintahan.
Dalam pendekatan model kedua ini, pemerintah lebih mempercayakan kepada NU. Untuk itulah pada Januari, Pebruari dan Maret lalu Hasyim seringkali berkeliling ke negara-negara di Timur Tengah untuk menemui para ulama mereka. Melalui pendekatan ulama ini, besar kemungkinan konflik akan bisa diredam. Tidak hanya berkeliling, para ulama besar berhaluan Syiah dan Sunni itu akan dipertemukan di Indonesia dengan NU dan ICIS sebagai garansinya.
“Kenapa harus NU? Karena NU dikenal berwawasan moderat, bisa diterima oleh aliran yang sedang berkonflik, tidak mudah mengkafirkan orang lain dan tidak mudah mengikuti paham dari Barat,” kata Hasyim usai mengajar pengajian Ihya’ Ulumiddin di pesantrennya. Itu artinya, Hasyim melanjutkan, kepercayaan masyarakat internasional pada NU semakin nyata dan tak terbantahkan.
Pertemuan antar ulama dunia itu nanti bukan dimaksudkan untuk mempersatukan firqah-firqah yang ada selama ini, sebab hal itu jelas tidak mungkin, akan tetapi untuk meningkatkan sikap toleran masing-masing, agar mereka tidak saling menyerang. “Sebab kalau mereka terus berperang, Amerika malah tersenyum, karena bisa menang dengan gratisan,” tandasnya. (sbh)