Warta

Ormas Alkhairat Ajak Bangsa Indonesia dan Elit Politik Bertobat

Jumat, 26 Desember 2008 | 09:57 WIB

Jakarta, NU Online
Organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam Alkhairat mengajak seluruh bangsa Indonesia dan para elit politik serta para pemimpin di negeri ini untuk bertobat. Ormas yang berbasis di Sulawesi Utara itu mengimbau para elit politik segera menghentikan perilaku korupsi, gemar melakukan pelecehan seksual serta tak menghargai perempuan.

Imbauan itu dikemukakan salah satu tokoh senior Alkhairat, Abdul Kadir A.S., dalam refleksi akhir tahun 2009, Jumat (26/12).<>

"Jangan kita anggap berbagai bencana (tsunami, badai, gempa, longsor) juga kecelakaan-kecelakaan di laut, darat dan udara itu sebagai peristiwa biasa. Itu pasti ada makna yang intinya bahwa Tuhan tidak berkenan lagi dengan perilaku umat, terutama para pemimpin yang kurang ajar begitu," ujarnya.

Kadir memiliki catatan buram selama 2008 tentang perilaku para pejabat maupun politikus di jajaran elit, yang gemar menghambur-hamburkan uang.

"Mereka sering datang ke daerah, dan membagi-bagi uang seperti 'Robin Hood'. Padahal, uang-uang itu hasil rampokan atau merupakan produk dari kerja korupsinya. Hanya sebagian kecil yang ia 'teteskan' ke rakyat yang menerimanya sebagai seorang tokoh besar, padahal mereka itu tak lebih dari 'serigala koruptor' berbulu domba, karena sebagaian besar uangnya disimpan atau dimainkan di luar negeri," katanya lagi.

Kutuk Bencana
Hal lain dalam catatan tokoh Alkhairat ialah terjadinya pelecehan atau perilaku seksual di kalangan orang-orang berduit, terutama kaum elit pemerintahan maupun politisi itu.

"Kelebihan uang itu dipakai untuk mendapat mobil lebih, rumah lebih, juga perempuan lebih yang 'disimpan' di apartamen-apartemen atau rumah-rumah mewah di Jakarta.

Makanya, bisnis apartemen yang 10 tahun lalu pasca-krisis 1998 mulai 'ambrol', dua tahun terakhir berkembang lagi, karena para pejabat berlomba memiliki dua hingga tiga apartemen untuk perempuan-perempuan simpanan mereka," ungkapnya.

Abdul Kadir juga menilai hal itu sebagai sebuah tindakan pelecehan terhadap perempuan, karena memanfaatkan kelemahan sesama manusia untuk kepentingan mengumbar nafsu.

"Apa yang terjadi kemudian, kita saksikan sendiri di mana-mana, saat ini ada banyak jenis bencana, yang dulu hal-hal seperti itu jarang terjadi, pada saat orang-orang dan para pemimpin masih berkelakuan baik. Bencana demi bencana itu ada penyebabnya. Terutama kelakuan para elit birokrasi dan politik yang rakus, serakah serta hanya setengah-setengah bersyukur atas hikmat Tuhan bagi dirinya," tandasnya. (ant/ful)


Terkait