Warta

Ospek Dinilai Tidak Mendidik

Jumat, 27 Agustus 2004 | 21:21 WIB

Jakarta, NU Online
Ospek sebagai bentuk perpeloncoan mahasiswa baru di kampus dinilai tidak lagi mendidik dan sudah sepatutnya ditinggalkan, karena hanya menimbulkan kekerasan dan tidak menonjolkan sisi edukatif bagi mahasiswa. Isilah para calon pemimpin itu dengan hal-hal yang bermanfaat, sebagai bekal memasuki dunia kampus.

Pernyataan ini diungkapkan ketua PB PMII, Hasan Basri Sagala dalam kesempatan bincang-bincang kepada NU Online, Sabtu, (28/8). Menurutnya kegiatan Ospek seringkali hanya berhenti sebagai ajang "balas dendam" senior kepada juniornya dengan alasan mempersiapkan mental calon mahasiswa di kampus, padahal banyak hal lain yang bisa dilakukan dengan menonjolkan sisi edukasi bagi calon mahasiswa, tanpa harus mengedapankan aspek fisik. "Harus dikedepankan paradigma baru Ospek tanpa kekerasan," ujarnya.

<>

Adanya gejala ospek sebagai gejala kanalisasi kekerasan itu, lanjut Hasan Basri disebabkan oleh kurang tepatnya pengelolaan dan manajemen pendidikan. Kekerasan sebagai agresi dengan basis kekuasaan malah semakin merebak dengan buruknya kekuasaan itu. Dari sisi psikologis, memang pada usia mahasiswa terjadi luapan energi yang memerlukan kanalisasi.

Apalagi ada faktor historis di mana mahasiswa sebagai salah satu elemen penting dalam perkembangan politik Indonesia. Karena itu, mahasiswa juga membutuhkan kaderisasi dalam rangka gerakan kemahasiswaan. "Namun terkadang mahasiswa bergerak tanpa konsep. Padahal, saat-saat orientasi memang penting bagi mahasiswa baru," ulasnya.

Seperti diketahui, setiap kali masa pelaksanaan Ospek digelar diperguruan tinggi selalu ada saja korban, bukan hanya luka-luka bahkan sampai meninggal dunia. Baru-baru ini Wulandari, mahasiswa baru Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin (UNHAS)Makasar meniggal dunia di dalam kamar kostnya. Ditengarai, ia kelelahan sehabis mengikuti Ospek, dan penyakit jantungnya kambuh. Saat mengikuti Ospek, Wulandari memang kerap terjatuh dan tak sadarkan diri, namun saat itu, ia tetap mengikuti Ospek.

Hal yang sama juga dialami Nur Elida Tracyawati, mahasiswa baru Fakultas Teknik, Jurusan Geologi. Eli meniggal dunia saat mengikuti Bina Akrab, kegiatan yang masih rangkaian dari Ospek pada tahun 1999. Eli yang saat itu diharuskan untuk berjalan jauh, tiba-tiba kelelahan dan penyakit asmanya kambuh.

Pada tahun ajaran 2002/2003, seorang mahasiswa baru Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Undip, Cecilia Puji Rahayu, meninggal dunia di tengah masa perpeloncoan di Fakultas Peternakan Undip yang diberi nama Pengenalan Kehidupan Ilmiah Kampus (Pekik). Tidak jelas apa penyebab utama kematian Cecilia, yang jelas kasus tersebut menjadi lembaran hitam dalam sejarah Undip. Hingga hebohnya kasus meninggalnya Wahyu Hidayat mahasiswa STPDN Bandung.

Menurut mahasiswa pasca sarjana UI ini, pengenalan sekolah/kampus sebenarnya dapat dilakukan dengan cara friendly dan lebih humanis, tidak perlu dengan kekerasan seperti zaman kolonial. Kalau memang untuk perkenalan senior dengan yunior, tidak perlu lewat ospek. "Secara radikal, saya menganggap solusi yang paling tepat adalah menghentikannya," kata Hasan. Lagi pula, kampus, sebagai tempat pencerahan logika, mestinya memelopori gerakan antikekerasan.

Kemudian ketika ditanya apa solusi alternatifnya jika belum bisa dihentikan. Hasan mengatakan salah satu bentuk yang mendekati ideal adalah melakukan aktivitas fisik yang berbentuk permainan seperti outbond. Dalam bentuk ini, instruktur mengawasi dan diawasi serta tahu apa yang harus dilakukan. "Kedisiplinan toh tidak harus ditanamkan dengan cara-cara hukuman atau lebih berbau militeristik," imbuhnya mengakhiri pembicaraan. (cih)


Terkait