Jombang, NU Online
Suasana duka menyelimuti keluarga besar Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Senin (15/1) siang tadi. Wajah-wajah sendu terlihat di sana-sini. Semua merasa ditinggal oleh seorang figur sentral, KH Yusuf Hasyim (Pak Ud), yang selama ini memimpin Yayasan Hasyim Asy’ari Tebuireng.
Sebelum dimakamkan, jenazah Pak Ud dishalatkan di masjid lama Tebuireng. Tak kurang dari 30 kali jenazah dishalatkan, dengan imam dari para kiai secara bergantian. KH Abdullah Faqih (Langitan), KH A Masduqi Mahfudz (Rais Syuriah PWNU Jatim), KH Anwar Mansur (Wakil Rais) dan beberapa kiai lain menjadi imam shalat segara bergantian.
<>HM Ghufron Naam, teman dekat Pak Ud selama masa perjuangan fisik, didaulat memberikan sambutan atas nama Markas Daerah Legiun Veteran Jawa Timur. Dalam sambutannya, Ghufron menyertakan sambutan atas nama Ikatan Keluarga Besar Mantan Pejuang Hizbullah Jawa Timur. Baik Ghufron maupun Pak Ud, keduanya sama-sama aktif dalam IKBMP Hizbullah. Pak Ud sebagai penasehat, sedangkan Ghufron sebagai Ketua Satu.
Disusul sambutan dari KH A Hasyim Muzadi atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Setelah itu sambutan atas nama keluarga yang diwakili KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) yang juga pengasuh Pesantren Tebuireng, pengganti Pak Ud. Usai sambutan Gus Sholah, pemakaman diserahkan kepada TNI untuk dilaksanakan secara militer.
Ghufron Naam menceritakan, semasa hidupnya Pak Ud aktif dalam dunia kemilitean dengan menjabat Komandan Kompi II Batalyon Condromowo, berpangkat terakhir Letnan Satu, dengan komandan batalyon Mayor Munasir. Pak Ud mengajukan pensiun pada tahun 1956, sedangkan Munasir juga mengajukan pensiun, namun baru dikabulkan tahun 1958.
Pak Ud adalah salah seorang penerima Bintang Gerilya. Mereka yang menerima bintang kehormatan itu berhak dua hal, selain mendapatkan pemakaman secara militer, mereka juga berhak dimakamkan di taman makam pahlawan.
“Soal apakah beliau mendapatkan gelar Pahlawan Nasional atau tidak, itu nanti menunggu presiden,” kata Ghufron yang terakhir pensiun dengan pangkat kapten.
Salah satu kelebihan Pak Ud dimata Ghufron Naam adalah kegigihannya dalam menumpas PKI. Apalagi, ketika pertama kali Banser didirikan (1964) Pak Ud menjabat sebagai komandannya yang pertama. Sikapnya sangat tegas dan tanpa kompromi: pukul dulu, urusan administrasi bisa menyusul kemudian.
Di tengah kesedihan masyarakat yang ditinggalkan, jenazah Pak Ud dimakamkan di Pemakaman Keluarga Pesantren Tebuireng. Diiringi tembakan salvo enam orang prajurit TNI berseragam lengkap, jenazahnya dimakamkan di sisi selatan makam KH A Wahid Hasyim, kakaknya. Sedangkan talqin dipimpin oleh KH Maimun Zubair, pengasuh Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. (sbh)