Kebijakan impor produk pertanian, khususnya beras, telah terbukti merusak kedaulatan pangan nasional. Gerakan pangan murah berbasis global atau importasi yang sering dilontarkan penganut liberalisasi sudah saatnya dihentikan.
Demikian diungkapkan Pakar Teknologi Pertanian pada Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Prof Dr Mochamad Maksum, di Yogyakarta, Sabtu (23/8) kemarin.<>
Maksum yang juga Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DI Yogyakarta itu menjelaskan, importasi harus segera dihentikan dan digantikan dengan upaya peningkatan produksi dalam negeri sebagai subtitusi impor.
Dikatakannya, kebijakan impor juga menyebabkan Indonesia menjadi tergantung pada negara lain. Akibatnya, juga mengganggu upaya mewujudkan kedaulatan pangan bagi Indonesia sebagai negara agraris.
"Untuk itu, tata alokasi dan tata kelola sumber daya pertanian sudah waktunya mengedepankan kepentingan yang merujuk pada konsep kedaulatan pangan dalam negeri sehingga Indonesia yang dikenal sebagai negeri agraris tidak semakin `salah arah` dalam pembangunan pertanian," jelas Maksum.
Kiblat pembangunan, khususnya pertanian, semestinya segera dikembalikan menjadi "pro petani" di samping perlunya dilakukan revitalisasi.
"Konsep inilah yang akan memberi makna pada rekonstruksi struktural pembelaan negara terhadap kaum tani setelah sekian lama memanjakan industri "nonagro" secara berlebihan, apalagi selama ini kaum tani yang merupakan mayoritas warga bangsa selalu terabaikan," katanya. (ant/man)