Pengurus Besar Nahdlatul Ulama berkomitmen untuk meningkatkan advokasi bagi petani untuk mengurangi beban dan problem para petani. Di antara yang mendesak adalah problem kebijakan negara, baik berupa undang-undang, Intruksi Presiden, Peraturan Menteri, dan bentuk lainnya.
"Problem petani kita adalah soal pemihakan negara kepada petani. Banyak aturan yang tidak singkron dengan kebutuhan petani,” kata Prof. Dr. Muchammad Maksum, Ketua PBNU bidang pertanian pada acara Rembug Nasional dan Rakernas Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama, di Hotel Santika Jakarta (22-25/4).<<>;br />
"Ekspor dan impor, irigasi, lahan pertanian, subsidi, tata niaga, harus dilindungi dengan peraturan yang berorientasi pada perlindungan petani," lanjut Maksum yang juga Guru Besar Universitas Gajah Mada ini.
Pakar pertanian ini menjelaskan bahwa kondisi pertanian di masa depan juga masih buram mengingat kebijakan di sektor pertanian masih belum mengalamai perubahan orientasi. Nasib buruk petani pun saat ini sudah dipahami masyarakat luas yang salah satu indikasinya adalah menurunnya minat generasi muda terjun di bidang pertanian, minimnya mahasiswa fakultas pertanian dan meningkatnya trend masyarakat urban.
"Belum terlambat NU mengadvokasi petani. NU cukup berkonsentrasi dalam beberapa persoalan petani, yaitu permodalan, perundang-undangan, dan penyuluhan," tegas Maksum.
Menanggapi paparan Maksum, Ketua LPPNU Kabupaten Jepara, Abdul Hadi mengatakan bahwa masyarakat petani perlu pendampingan dari institusi yang kompeten, jujur dan bertanggung jawab.
"Di daerah kami misalnya, persoalan normalisasi sungai sampai dua tahun belum selesai. Kredit usaha pertanian diberikan dalam bentuk komoditas yang rawan penyimpangan, seperti bentuk ternak sapi dengan harga 7juta per ekor, padahal harga sapi itu di pasaran cuma 5 juta. Praktis di tahun pertama peternak harus rugi dulu 2 juta. Ini pemihakan dan pendampingan yang malah menyengsarakan petani," katanya.
Abdul Hadi menambahkan bahwa upaya Pemerintah mendorong kreatifitas petani sering diteruskan dengan kebijakan lanjutan pemerintah yang terkadang memasung kreatifitas petani. Akibatnya perkembangan kreatifitas petani menjadi stagnan.
"Kasus terbaru, Pemerintah mengajari petani membuat pupuk organik, di saat petani mulai menikmati hasil pupuk organik Pemerintah lalu membuat pabrik organik. Kreatifitas petani pun tidak berkembang karena pupuknya kalah bersaing dengan pabrikan," pungkas Hadi. (bil)