Warta

PBNU Bersikap Kritis terhadap Perundingan RI-GAM

Rabu, 17 Agustus 2005 | 06:21 WIB

Jakarta, NU Online
Berkaitan dengan penandatanganan perjanjian RI dengan GAM, Ketua Umum Nahdatul Ulama KH Hasyim Muzadi mempersoalkan posisi Aceh Monitoring Mission (AMM), karena ternyata dalam kesepakatan itu,  mereka menjadi pembuat keputusan. Pasal 6 (b) disebutkan bahwa; Kepala misi Monitoring akan mengambil keputusan  yang akan mengikat para pihak”. Kalau sudah menjadi pengambil keputusan semacam itu, maka itu sudah menjadi internasionalisasi persoalan Aceh.
“Padahal, internasionalisasi semacam ini tentu tidak kita ingingkan. kalau monitoring dalam rangka informasi ya tidak apa-apa,” ujarnya.


“Bagi NU, penyelesaian damai sangat terpuji asal tidak membiarkan embrio yang bisa mengarah ke kemerdekaan. Prinsip kehati-hatian juga harus diperhatikan. Dalam sejarah tidak pernah ada negara asing ikut rame-rame bagi kepentingan negara yang di rame-ramekan itu,” ujar Hasyim.

<>


Pasal itu yang kemudian dipertegas oleh pernyataan itu disampaikan Pieter Feith, Ketua Tim Pemantau Awal (Initial Monitoring Mission),  dan dia juga  mengetuai AMM untuk masa enam bulan pertama, bahwa agenda kerja mereka akan berhasil bila diberi kekuasaan yang lebih luas, terutama dalam pengambilan keputusan.
Bagaimanapun menurut Hasyim, NU mendukung usaha damai di Aceh tetap dalam rangka NKRI. “Tetapi jangan membiarkan embrio yang mengarah pada independensi,”tegasnya.


Kekhawatiran Hasyim itu juga senada dengan kelompok nasionalis yang lain, memngingat Peter Fetih yang menjadi ketua AMM itu adalah spesialis kompor gerakan sparatis yang pernah sukses dalam memporak-porandakan negeri Balkan.Demikian juga salah seorang anggotanya yakni Damien Kingsburry yang selama ini menjadi penasehat GAM, adalah mantan anggota UNTAET,adalah aktivis gerakan anti Indonesia yang berhasil melepaskan Timor Timur dari Indonesia.
Tidak kalah khawatirnya mantan Ketua Umum PBNU   KH Abdurrahman Wahid menilai, proses dan hasil perundingan Pemerintah RI dengan GAM sebagai suatu bentuk perundingan, yang dilakukan dengan tidak hormat. Langkah  itu dinilai  berpotensi membahayakan keutuhan negara kesatuan RI.


“Kalau Pemerintah mau jalan sendiri silakan saja, saya juga bisa. Saya tidak mendukung dan tidak percaya. Kalau niatnya untuk mencegah jatuh korban lebih banyak di Aceh, namun berdampak kemungkinan Aceh lepas, saya menolak itu,” tegasnya. Hal itu bisa dimengerti, sebab selama ini Mantan Presiden RI itu menjadi simpul gerakan keutuhan bangsa yang mendapat dukungan dari semua kalanagan yang menginginkan keutuhan NKRI dengan langkah kembali ke UUD 45 yang berjiwa revolusi dan berspirit kemedekaan nasional. (Ang)
 


Terkait