PBNU: Kesederhanaan Ahmadinejad Patut Dicontoh Capres Indonesia
Rabu, 17 Juni 2009 | 01:16 WIB
Kesederhanaan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, yang membawa kemenangannya dalam Pemilu di negaranya, patut dicontoh para capres dan cawapres di Indonesia, kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Iqbal Sullam.
"Kemenangan Ahmadinejad bisa dijadikan suatu contoh. Kesederhanaan, keteguhan, dan keberaniannya meskipun tidak didukung dana yang besar, tetapi dapat simpati dari masyarakat," katanya di Jakarta, Senin.<>
Menurut dia, kondisi tersebut bertolak belakang dengan kondisi Pemilu Presiden di Indonesia yang menonjolkan politik uang dan keberhasilan seorang calon.
Ia mengatakan kemenangan Ahmadinejad lebih dari 60 persen menunjukkan mendapat simpati dari rakyat karena kesungguhan, kesederhanaan, dan keberaniannya. "Keberanian itu dapat dilihat bahwa dia tidak pernah gentar menghadapi tekanan-tekanan Amerika Serikat atas isu nuklir, bahkan dengan embargo dia tetap bertahan dan ternyata menuai hasilnya," katanya.
Selain itu, katanya, terbukti Presiden AS Barak Obama juga mengapresiasi dan mulai melangkah menjalin hubungan dengan Iran. Ia menilai, Ahmadinejad bisa membawa bangsa Iran mempertahankan jatidiri, kewibawaan, dan kekayaannya.
Iqbal menilai, Ahmadinejad merupakan sosok pemimpin yang mempunyai kemuliaan, berbeda dengan kepemimpinan di Indonesia yang diartikan, selain kemuliaan juga ditambah kekayaan.
Selama ini Ahmadinejad telah membawa kemajuan bagi Iran, antara lain bidang industri dengan keberhasilan membuat mobil sendiri, bidang kemiliteran bisa membuat roket, dan bidang energi memperkaya nuklir sebagai energi listrik untuk perdamaian.
Proses pembangunan di Iran harusnya menjadi contoh yang baik bagi Indonesia yang tengah berusaha membangun kemandirian, Ia menilai, selama ini kekayaan Indonesia lebih banyak dikelola perusahaan asing untuk migas dan pertambangan dengan sedikit porsi bagi masyarakat sekitarnya sehingga sangat wajar kemudian muncul keresahan di Papua karena masyarakat merasa kekayaannya diambil tanpa ada pembangunan di daerahnya.
"Selain itu, pembangunan juga tidak harus berupa fisik, bisa pendidikan, infrastruktur dan sebagainya. Seharusnya dengan adanya perusahaan asing itu di sejumlah daerah akan turut memberikan andil bagi daerah itu," katanya. (ant/rif)