Warta

PBNU Minta Pemerintah Upayakan Produksi Vaksin Non-Babi

Senin, 27 April 2009 | 04:49 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Masykuri Abdillah menanggapi berita produk vansin yang mengandung enzim babi mengatakan, pemerintah harus melakukan upaya-upaya dan memproduksi vaksin yang tidak dari babi.

"Jika terbukti benar mengandung babi, maka harus diganti vaksinnya," tegasnya.<>

Namun ia pun buru-buru menegaskan, harus dilakukan pengkajian yang lebih canggih. Pasalnya, penelitian tersebut baru dilakukan di LPPOM MUI Sumsel.

"Untuk itu harus ada kerjasama antara Depag, Departemen Kesehatan (Depkes), dan LPPOM MUI," ujarnya.

Setelah dilakukan pengkajian, kata Masykuri, akan ditemukan hasilnya, apakah halal atau haram. Hanya saja ada dua opsi dari waktu penelitian tersebut. Jika penelitian cepat, maka lebih bagus. Jika lambat, harus dilakukan musyawarah ulama.

"Jika hasilnya belum didapat hingga menjelang haji 2009, maka musyawarah ulama harus memutuskan apakah vaksin ini tetap dipakai atau sama sekali tidak dipakai," katanya.

Masykuri mengaku para ulama khususnya Ulama NU akan melakukan tindakan menyingkapi kabar yang beredar ini. "Kami antisipasi masalah ini. Saya tidak bisa mengatakan bagaimana tindakan kami, baru akan kami bahas," tegasnya.

Sementara itu, Sekditjen haji Depag, Abdul Ghofur Djawahir, mengaku masih meragukan hasil temuan dari LPPOM MUI Sumsel. Pihaknya menanyakan apakah vaksin meningitis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah vaksin meningitis untuk jamaah haji atau bukan.

"Untuk itu perlu ada penelitian ulang. Kami akan cari tahu apakah ada jenis meningitis lain. Masalahnya saat ini banyak barang imitasi," katanya.

Abdul Ghofur mengaku pihaknya mengacu pada vaksin meningitis yang digunakan untuk ibadah haji seperti yang telah ditentukan pemerintah Arab Saudi. Vaksin ini merupakan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang mengetahui apa saja penyakit yang mungkin didera jamaah haji disana.

"Kami percaya sama Arab Saudi karena negara itu, negara besar yang juga memiliki alat-alat canggih," katanya.

Menurut Abdul Ghofur, vaksin dari Arab Saudi akan dibandingkan dengan vaksin yang diteliti oleh LPPOM MUI Sumsel. Jika vaksin yang digunakan sama, maka akan dikembalikan lagi pada kebijakan Arab Saudi.

Namun sebelumnya, imbuh Abdul Ghofur, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Depkes, LPPOM MUI pusat, dan MUI pusat mulai Senin (27/4). "Perlu ada pembahasan lebih lanjut. Pembahasan masih memerlukan waktu," ujarnya.

Abdul Ghofur mengaku hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari pihak LPPOM MUI Sumsel maupun MUI Sumsel. "Jika laporannya ke Depag provinsi jelas mereka tidak punya kewenangan," paparnya. (ant/mad)


Terkait