Warta

PBNU Tolak Intervensi Asing di Libya

Senin, 21 Maret 2011 | 11:50 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak intervensi asing dalam krisis politik di Libya, meskipun didasarkan pada Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). "PBNU mengutuk dan menentang keras intervensi asing dengan alasan apapun, lebih-lebih dalam bentuk tindakan militer," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jakarta, Senin.

Dikatakannya, tindakan militer dari negara-negara Barat, sekalipun didasarkan Resolusi PBB, akan melahirkan kekerasan, kehancuran infrastruktur, dan pertumpahan darah, termasuk di kalangan masyarakat sipil. "Tindakan militer tersebut akan berakibat fatal untuk bangsa dan negara yang bersangkutan sebagaimana yang terjadi di Somalia, Afganistan, dan Irak, yang sampai sekarang tetap menyisakan problem politik di samping telah mengurangi kedaulatan negara-negara tersebut," kata pria yang akrab disapa Kang Said ini.
;
PBNU menyerukan agar penyelesaian krisis politik di Libya, Yaman, Bahrain, dan negara-negara Timur Tengah pada umumnya tetap dilakukan melalui cara-cara politik dan diplomatik, serta menghindari penggunaan tindakan militer. PBNU mengimbau kepada negara-negara Islam dan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), termasuk Pemerintah Republik Indonesia, agar segera mengambil langkah bersama dan proaktif mengambil bagian dalam menyelesaikan krisis politik di negara-negara tersebut.

PBNU menghargai aspirasi politik rakyat Libya, Yaman, dan Bahrain yang menuntut perubahan politik di negaranya. Tuntutan perubahan politik tersebut, kata Kang Said, merupakan pengejawantahan dari kesadaran hak-hak politik, sosial, dan ekonomi yang selama ini diabaikan, yang kemudian mendorong tumbuh suburnya kesadaran sebagai pemilik kedaulatan.

"Negara-negara di kawasan tersebut, baik yang berbentuk republik maupun kerajaan absolut, tidak bisa mengabaikan aspirasi, apalagi membungkam tuntutan politik tersebut," pungkas doktor lulusan Universitas Ummul Qura, Arab Saudi, tersebut. (bil)


Terkait