PCINU Libya Silaturrahmi dengan Rektor IIQ Saat Kunjungan ke Tripoli
Kamis, 1 Oktober 2009 | 07:37 WIB
Setelah sukses mengadakan Musabaqoh Tilawatil Qur’an untuk wanita pada akhir Ramadlan kemarin dibawah naungan Yayasan Wa’tashimu pimpinan Aisyah Qaddafi, Pemerintah Libya melalui Departemen Wakaf dan Urusan Zakat menyelenggarakan kembali Musabaqoh Tilawatil Qur’an tingkat International ke-6 yang dikhususkan untuk kalangan pria.
Musabaqoh yang selalu diadakan tiap tahun ini berlangsung dari tanggal 23-29 September 2009 dan diikuti oleh berbagai negara, dari Timur Tengah, Afrika, Asia, Eropa, dan Australia.<>
Tak terkecuali Indonesia yang ikut serta dalam kategori Tahfidz dan Tilawah, kontingen Indonesia ini diwakili oleh Muhammad Abdullah Salam dari Demak dan Dede Syamsuddin dari Sukabumi. Dan yang membanggakan adalah keikutsertaan Indonesia dalam panitia penjurian pada musabaqoh ini yang diwakili oleh Rektor IIQ Jakarta Dr KH Achsin Sakho Muhammad.
Di sela-sela keikutsertaanya tersebut, Pengurus Cabang Istimewa (PCINU) Libya menyempatkan diri untuk bersilaturahmi kepada salah satu anggota Lajnah Tashih Mushaf Al-quran Departemen Agama dan juga rais majelis Ilmi Jam'iyyatul Qurra' wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQH NU) periode 2006-2011 ini pada Senin malam (28/9) di Hotel Al-Kabir tepat dijantung kota Tripoli.
Acara silaturahmi ini diwakili oleh beberapa anggota Syuriah dan Tanfidziyah yang dipimpin langsung oleh Ketua PCI NU Libya, Nasrulah Hasibuan.
Pada kesempatan tersebut, peraih gelar doktor bidang Al Qur’an dari Madinah ini menerangkan keadaan dan kondisi kontemporer Indonesia, mulai dari gerakan dakwah, keilmuan, politik, dan permasalahan ekonomi yang paling santer, yaitu problem Bank Century.
Di saat Ketua PCINU menanyakan tentang Muktamar NU yang akan dilaksanakan Januari mendatang di Makassar, Ahsin mengutarakan harapannya pada ormas terbesar di dunia ini.
“Semoga PBNU bisa dipimpin oleh orang yang mengerti birokrasi dan mau terjun blusukan ke grass root, sehingga yang di bawah merasa ada perhatian dari induknya.” ucapnya.
“Memang NU sudah terkenal di dunia Internasonal melalui berbagai acara, salah satunya yaitu ICIS yang baru dilaksanakan tahun kemarin, tetapi itu terasa hambar di kalangan bawah, sehingga yang menikmati NU hanya kalangan elit ormas ini saja.” sambungnya.
Dalam hubungan NU dan politik, anggota Pusat Study Al Quran pimpinan Quraisy Syihab ini berpendapat bahwa, “NU itu mempunyai aliran darah politik sejak dulu, sehingga tidak heran kalau jargon kembali ke khittah seakan menjadi kabur dan sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, karena memang NU selalu menjadi ‘kue manis’ dalam dunia politik.”
Sebelum mengakhiri pertemun, ia berpesan kepada anggota-anggota PCINU Libya yang mayoritas mahasiswa untuk menggunakan kesempatan kuliahnya sebaik mungkin, sehingga dapat melanjutkan program studi samapi tingkat paling tinggi.
Di samping itu ia juga berpesan, “Banyaklah membaca, setelah itu menulislah sehingga kita bisa memberikan kontribusi untuk masyarakat. Dan belajarlah bahasa-bahasa asing, karena ini merupakan kelemahan intelektual-intelektual Indonesia sekarang, mereka mungkin diperhitungkan di tanah air, tapi di luar negeri tak terdengar sediktikpun walau pikiran-pikirannya begitu cemerlang hanya karena faktor keterbatasan bahasa.”
Musabaqoh Musabaqoh internasional ke-6 ini ditutup pada Selasa malam (29/9) di gedung pertemuan Dzat El-’Imad Tripoli, setelah pengumuman para pemenang lomba di kedua kategori yang dilombakan. Pada kategori Tahfid pemenang pertama diraih oleh kontingen Libya sendiri atas nama Abdulhamid Abdullah Al-Guweil dan berhak atas hadiah 85.000 Dinar atau sekitar 723 juta Rupiah (1 Dinar=8500).
Sedangkan kategori Tilawah juara pertama diraih oleh kontingen dari Iran atas nama Muhammad Gulam Baqiry yang berhak atas hadiah sebesar 25.000 Dinar atau sekitar 213 juta rupiah. Sedang kontingen Indonesia hanya menempati juara ke-4 di kategori Tilawah dan berhak atas hadiah 10.000 Dinar atau sekitar 85 juta rupiah.
Disamping itu pula, panitia memberikan penghargaan kepada peserta termuda yang berasal dari Tajikistan yang berumur 10 tahun dengan memberi apresiasi sebesar 5.000 Dinar Libya. (sfy)