Warta

Pemanfaatan Zakat Produktif Dilarang Sepanjang Masih Banyak Fakir-Miskin

Jumat, 26 September 2008 | 23:20 WIB

Jakarta, NU Online
Pemanfaatan zakat produktif atau penyaluran zakat tak langsung kepada para mustahik (penerima zakat), dilarang sepanjang masih banyak kaum fakir-miskin yang sangat kekurangan. Sebaiknya, dana zakat yang ada langsung dibagikan kepada yang berhak.

Pendapat tersebut dikemukakan KH Arwani Faisal, pengasuh Pengajian Online yang diselenggarakan NU Online, Jumat (26/9) kemarin sore.<>

Menurut Kiai Arwani—begitu ia akrab disapa—zakat produktif yang tak dibagikan langsung kepada para mustahik, biasanya dimanfaatkan untuk modal usaha terlebih dahulu. Hasil dari usaha itu, baru akan diberikan kepada yang berhak.

Metode tersebut, katanya, rawan terjadi penyelewengan. Apalagi jika tidak ada mekanisme atau sistem kontrol terhadap pengelolaannya serta kejelasan peruntukannya. “Berbahaya, jangan-jangan (zakat tersebut) diberdayakan untuk hal yang tidak jelas,” tandasnya.

Di Indonesia, lanjutnya, pemanfaatan zakat produktif  belum layak dilaksanakan secara moral. Pasalnya, masih terlalu banyak fakir-miskin di negeri ini yang sangat kekurangan. “Kita lihat saja tragedi zakat maut yang menewaskan 21 orang di Pasuruan (Jawa Timur) itu,” ujarnya.

Hal tersebut baru bisa dijalankan jika secara umum, para penerima zakat yang diutamakan, yakni, kaum fakir-miskin, sudah tidak terlalu kekurangan. Namun, hal itu pun harus melalui persyaratan yang ketat, terutama terkait mekanisme kontrol.

“Kalau fakir-miskin yang ada tidak terlalu, artinya, tidak terlalu miskin atau biasa-biasa saja, baru boleh. Tapi, itu harus dengan syarat-syarat yang ketat agar tidak terjadi penyelewengan,” terang Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.

Penyaluran zakat secara produktif pernah terjadi di zaman Rasulullah. Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.

Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif adalah yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik.

Di samping melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan usahanya, juga harus memberikan pembinaan rohani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan ke-Islam-annya. (rif)


Terkait