Pemerintah masih bertindak tidak adil pada petani. Selama ini, pemerintah lebih mengutamakan para pengusaha atau investor-investor besar dengan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Penguasaan Hutan (HPH) ketimbang kepada petani.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Majelis Nasional Petani Serikat Petani Indonesia (SPI), J.J. Polong, dalam perayaan puncak Hari Ulang Tahun ke-10 SPI di Desa Bao Batun, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (22/8).<>
Menurut Polong, rakyat yang hidup dan tumbuh di tanahnya sendiri, tidak diberikan akses terhadap tanah dan sumber-sumber agraria lainnya. "Sebelum investor masuk, tanah-tanah pertanian harus dibagikan terlebih dahulu kepada petani," tegasnya.
SPI, katanya, akan terus mendesak pemerintah agar menjalankan pembaruan agraria. Petani sebenarnya sanggup memproduksi pangan dengan kuantitas dan kualitas yang cukup untuk bangsa Indonesia asalkan diberikan lahan yang cukup juga.
Sebelumnya, Ketua Umum SPI Henry Saragih mendesak pemerintah memberikan sedikitnya 2-3 hektar tanah kepada para petani se-Indonesia. Tanah seluas itu cukup bagi petani untuk bisa memproduksi hasil-hasil pertanian yang menguntungkan.
Menurutnya, jika pemerintah berniat mengundang investor besar masuk ke pertanian, maka petani harus lebih dahulu memiliki lahan yang cukup untuk bertani. "Untuk bisa memproduksi hasil-hasil pertanian yang menguntungkan, setidaknya petani harus memiliki tanah 2-3 hektar," katanya.
Caranya, sambung Henry, pemerintah harus segera menjalankan pembaruan agraria untuk mendistribusikan tanah kepada petani. Ia menilai, selama ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya memberikan janji kosong. PPAN) yang dicanangkan pemerintah 2 tahun silam, tidak pernah diwujudkan. (rif)