Warta

Pendidikan di Indonesia Masih Pisahkan Iptek dan Agama

Rabu, 14 Desember 2005 | 03:35 WIB

Jakarta, NU Online
Pendidikan di Indonesia masih memisahkan antara Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dengan pendidikan agama, seperti halnya pendidikan yang berkembang di dunia Barat, kata Menteri Agama (Menag) Maftuh Basyuni di Jakarta, Selasa.

"Karena itu pendidikan kita seharusnya menghilangkan kesenjangan antara iptek dan agama," kata Maftuh yang mendampingi Sekjen Rabithah Al-Alam Al-Islamiyah (Liga Islam Se-dunia) Dr Abdullah A Muhsin Al-Turki di hadapan ratusan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang juga dihadiri Rektornya Azyumardi Azra.

<>

Dikatakan Maftuh, dunia Barat memiliki pengalamannya sendiri yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara.

Hal itu, ujarnya, dilakukan dunia Barat setelah mengalami masa kegelapan di mana ilmu pengetahuan selama berabad-abad dikekang oleh agama namun dengan gerakan Rennaisance yang memisahkan iptek dari agama dimulailah pencerahan tersebut.

Sementara itu, Islam tidak mengenal pemisahan antara Iptek dan norma agama karena pada masa kejayaan dunia Islam  yang hampir lima abad menguasai dunia, antara Iptek dan agama tak terpisahkan, ujarnya.

Dengan demikian perlu dikembangkan konsep Islam klasik  yang berkembang pada masa kejayaan Islam, di mana Islam tidak mengenal dikotomi antara agama dan iptek.  Pendidikan, ujarnya, dirancang untuk mengapresiasikan ilmu pengetahuan bagi umat manusia serta guna mencari cara dalam memecahkan berbagai masalah, seperti mengentaskan kemiskinan.

Menteri Agama juga menyesalkan bahwa Islam telah lama hadir di Indonesia, namun pendidikan agamanya tidak berkembang secara signifikan. Pendidikan agama di Indonesia, tambahnya, amat berorientasi pada doktrin, bukan pada metode yang barsifat sosio-historis, deduktif atau berdasarkan penelitian.

Kepada Rabithah, organisasi dakwah yang memiliki cabang di berbagai negara itu, Maftuh juga meminta bantuan pengajar "native speaker" berbahasa Arab, buku-buku berbahasa Arab, dan fasilitas lainnya bagi universitas-universitas Islam di Indonesia.

Ia membandingkan AS dan negara-negara Eropa yang menawarkan banyak bantuan seperti beasiswa kepada mahasiswa-mahasiswa di universitas Islam sehingga mereka yang seharusnya menjadi ahli Islam malahan lebih ahli peradaban dunia Barat.(ant/mkf)


Terkait