Jakarta, NU Online
Hilal atau bulan dianggap terlihat dan keesokan harinya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah apabila memenuhi salah satu dari dua syarat. Pertama, ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas ufuk tidak kurang daripada 20 dan jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang daripada 30. Kedua, ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang daripada 8 jam selepas ijtima’/konjungsi berlaku.
“Ketentuan ini berdasarkan taqwim standard empat negara asean, yang ditetapkan berdasarkan musyawarah menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 1992,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) KH Ghozali Masroeri, di Jakarta, Selasa (17/10).
<>Perbedaan yang muncul dikalangan organisasi-organisasi Islam adalah seputar penentuan dua derajat sebagai syarat. Muhammadiyah misalnya berpendapat bawa satu menit saja, sudah dikatakan bulan telah muncul. Makanya, tahun ini Muhammadiyah telah mengumumkan Idul Fitri 1427 H jatuh pada 23 Oktober 2006 (puasa hanya 29 hari).
Tinggi hilal di Indonesia, menurut umumnya metode ilmu hisab antara –00 30’ sampai 10. Tinggi hilal di Jakarta pada waktu itu, menurut limabelas metode hisab (ada sekitar 20 metode hisab di Indonesia: Red): antara 00 12’ – 00 58’ 32”; Hasil hisab LFNU: 00 54’.
Ketetapan dua derajat sebagai persyaratan imkanur rukyat (visibilitas pengamatan) disepakati oleh NU, kata Kiai Ghazali, karena memang benar-benar berdasarkan penelitian para ahli ilmu pengetahuan. Dikatakan bahwa sangat mustahil melihat bulan dengan mata kepala dalam kondisi 1 derajat.
Masalahnya, Muhammadiyah tidak mau menerima persyaratan rukyatul hilal (melihat bulan) sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad SAW, hanya memakai hisab alias terlalu mengunggulkan ilmu pengetahuan, padahal sudah dianggap tidak valid oleh banyak kalangan.
Sementara itu di indonesia bagian timur bulan malah belum berada belum di atas ufuk. “Kalau 1 Syawal itu tanggal 23 berarti puasa di Merauke sana kurang 1 hari,” kata Kiai Ghazali.
“Gara-gara Muhammadiyah tetap begitu tadi ada yang mengusulkan pada saya, untuk menyampaikan bahwa tidak boleh ormas Islam mengumumkan sebelum pemerintah. Tapi kukan Muhammadiyah kalau nggak begitu,” pungkasnya. (nam)