Pesantren Al-Falak Wakili NU di Konferensi Pemuda dan LSM se-Dunia
Rabu, 26 Desember 2007 | 09:52 WIB
Pondok Pesantren (ponpes) Al-Falak Pagentongan Centre, Bogor, Jawa Barat, mendapat kesempatan hadir pada Konferensi Pemuda dan Aktivis LSM Tingkat Dunia di Bangkok, Thailand, pada 11-14 Desember 2007 lalu.
Ahmad Ubaidillah, pimpinan ponpes Al-Falak, merupakan satu-satunya duta tokoh pemuda asal Indonesia, yang diundang dalam forum yang diikuti ratusan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemuda dari puluhan negara di Asia Pasifik. Ia diundang mewakili unsur aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren.<>
Pada konferensi yang digelar Humanitarian Affairs itu, dihadiri sedikitnya 75 utusan dari 18 negara, yakni, Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, Vietnam, Myanmar, Korea, Australia, Jerman, Puerto Rico, Pakistan, Banglades, Iran, Irak, Mongolia, dan Srilanka.
Humanitarian Affairs merupakan lembaga internasional yang bermitra dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), badan-badan PBB, LSM dan lembaga-lembaga pendidikan internasional. Ia bekerja untuk menciptakan kesadaran dan pemahaman tentang isu kemiskinan di negara Dunia Ketiga (baca: negara berkembang) di wilayah Asia Pasifik, Asia Tengah dan Afrika.
Ubaidillah, kepada Kontributor NU Online di Bogor Ahmad Fahir, mengatakan, pemuda berpotensi besar dan memiliki peran penting dalam mengatasi masalah kemiskinan. Keterlibatan pemuda dan berbagai elemen masyarakat lainnya, sangat membantu mengatasi persoalan besar yang selalu menghimpit sejumlah negara berkembang tersebut.
Ia menjelaskan, di beberapa negara berkembang, seperti Philipina, kalangan muda berada di garda terdepan dalam mengatasi problem kemanusiaan yang menjadi amanat Millenium Development Goals (MDGs) 2000 itu.
Seperti yang dilakukan kumpulan anak muda yang berhimpun dalam Gawad Kalinga. LSM berisi anak-anak muda ini terbukti mampu bekerja konkret mengatasi kemiskinan. Gawad Kalinga sebagai organisasi kemanusiaan telah berhasil melakukan kerja sama dengan 30 universitas terkemuka, lebih dari 100 perusahaan besar dan lebih dari 100 organisasi Filipina.
Mereka mengkampanyekan visi besar, “Kami tidak hanya membangun rumah, kami tidak hanya membangun komunitas, tetapi kami membangun dan mempersatukan Bangsa.”
“Mereka telah membangun rumah bagi ribuan rakyat miskin di berbagai propinsi di Filipina. Gerakan progresifnya perlu kita tiru di Indonesia. Saya yakin kalau pemuda-pemuda di Indonesia dapat melakukan seperti yang dikembangkan Gawad Kalingan, persoalan kemiskinan perlahan akan dapat diatasi,” ujarnya.
Penggagas komunitas Lingkar Intelektual Muda Nahdlatul Ulama (LIMNU) ini mengemukakan, selain pentingnya keterlibatan kaum muda, pesantren yang umumnya dihuni oleh masyarakat menengah bawah juga memiliki peran yang besar dalam mengatasi kemiskinan.
“Pesantren adalah grassroot power, yang paling nyambung dengan masyarakat miskin. Karena itu, komunitas pesantren perlu dilibatkan untuk membantu pemerintah dalam mengatasi kemiskinan.,” tegasnya. (rif)