Warta

Pesantren An Nahdlah Diminta Rawat Buku-buku Adat di Sulsel

Senin, 5 Januari 2009 | 21:23 WIB

Makassar, NU Online
Pondok Pesantren An Nahdlah, Makassar, diminta untuk terus merawat dan melestarikan lontarak atau buku-buku adat di Sulawesi Selatan (Sulsel). Sebab tradisi lontarak di Sulsel merupakan bagian dari tradisi Islam, khususnya di pesantren.

Demikian dikatakan Muhammad Salim, Sejarahwan dan Budayawan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Sulsel, dialog budaya bertajuk Relasi Tradisi Lontarak dan Tradisi Pesantren di Kampus I Pesantren An Nahdlah, Makassar, beberapa waktu lalu.<>

Pesantren An Nahdlah kini memiliki sedikitnya 30 jilid koleksi lontarak, di antaranya, Suret-Suret Panggaja Nabi, Pau-paunna Esso Rimunri, Budiistiharah, Riwayatna Tuanta Salamaka.

Menurut Salim, tradisi lontarak sebagai khazanah budaya masyarakat Sulses memiliki hubungan dengan tradisi Islam lokal dan pesantren. Nilai-nilai tradisi dan budaya lokal mengalami proses asimilasi dan akulturasi bahkan internalisasi, sehingga tidak mengalami perbenturan.

“Khazanah klasik yang dimiliki para leluhur masyarakat Sulsel, khususnya masyarakat Bugis (to-ugi) yang demikian kaya, kini dihadapkan pada realitas “tenggelam” di tengah arus transformasi budaya di era globalisasi. Maka, diperlukan adanya ikhtiar kaum budayawan untuk merawat khazanah tersebut, salah satunya melalui lembaga pendidikan agama, yakni pesantren,” terang Salim.

Para santri dan alumni pesantren An Nahdlah, serta kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) diharapkan memiliki minat dan perhatian dalam mengakses khazanah klasik, warisan leluhur, yang kini dimiliki pesantren An Nahdlah.

Koleksi lontarak Bugis yang dimiliki didedikasikan untuk melestarikan tradisi Islam klasik dan leluhur yang kini meniscayakan generasi pewaris yang berada di pesantren-pesantren. (zal/rif)


Terkait