Warta

PKB Pro Alwi dan Muhaimin Bertemu di PWNU Jatim

Sabtu, 20 Agustus 2005 | 09:04 WIB

Surabaya, NU Online
Sejumlah fungsionaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur yang pro Alwi Shihab dan Muhaimin Iskandar, Sabtu siang, bertemu di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim.

Kedua kelompok itu bertemu untuk merayakan Hari Lahir (Harlah) ke-82 NU yang diisi khataman Al-Qur'an, istighotsah, tahlil, pidato sesepuh NU KH Muchit Muzadi (mustasyar PBNU), dan tumpengan.

<>

Pro-Alwi yang hadir antara lain KH Idris Marzuqi (Lirboyo, Kediri) dan KH Ahmad Subadar (Pasuruan), sedangkan KH Abdullah Faqih (Langitan, Tuban) hanya menelepon tidak bisa hadir karena kurang sehat.

Dari kelompok pro-Muhaimin antara lain KH Ali Masyhuri (Tulangan, Sidoarjo), H Fuad Anwar (wakil ketua Caretaker DPW PKB Jatim), M Mas'ud Adnan (wakil sekretaris), dan Slamet Santoso (satgas Garda Bangsa).

Kedua kelompok itu terlihat tertawa dan makan bersama dengan KH Masduqi Mahfud (Rois Syuriah PWNU Jatim), KH Miftachul Akhyar (Wakil Rois Syuriah PWNU), KH Mansur Anwar (Syuriah), dan pengurus tanfidziyah PWNU.

"Itu artinya mereka berbeda secara politik, tapi kalau di NU bisa menyatu. Jadi, NU itu unik, karena tak ada perbedaan mutlak, mereka tahu, kapan harus berbeda dan tidak," kata Wakil Ketua PWNU Jatim H Sholeh Hayat.

Menurut dia, orang NU itu tidak mengenal perbedaan secara lahir-batin, karena mereka umumnya menghargai NU sebagai "payung" dari berbagai perbedaan yang ada di kalangan orang-orang NU.

Dalam pidatonya, sesepuh NU KH Muchit Muzadi tampak menyindir bahwa NU di masa lalu dapat "mengendalikan" pengurus yang aktif berpolitik, karena pengurus NU yang berpolitik di masa lalu tidak banyak.

"Kalau sekarang justru banyak orang NU yang suka berpolitik, sehingga NU kesulitan mengatur, apalagi mereka juga berebut menarik NU ke kancah politik praktis," kata mustasyar PBNU itu.

Kakak kandung Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi itu menegaskan bahwa NU ke depan harus memperbaiki jaringan internal dan kualitas personal, sehingga orang luar tertarik dengan NU karena butuh.

"Jangan sampai orang tertarik dengan NU untuk dimanfaatkan mendulang suara, tapi setelah itu tidak dibina, sehingga orang masuk NU karena terpaksa dan bukan karena kebutuhan," kata ulama asal Jember, Jatim itu.

Mbah Muchit menambahkan orang masuk NU sebelum tahun 1955 (NU belum menjadi partai politik) umumnya karena orang itu butuh memperbaiki diri secara moral/keagamaan."Jadi, NU ke depan jangan banyak omong tapi harus lebih tertib," katanya.

Kontributor PWNU Jatim : Paryono Nur Abdillah


Terkait