Jakarta, NU Online
Wacana persyaratan calon independen masih bergulir di DPR dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR mengusulkan calon independen cukup didukung tiga tiga persen dari jumlah penduduk.
"Jika persyaratannya harus didukung 15 persen jumlah penduduk, lebih baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu dibatalkan saja karena tidak rasional," kata anggota Fraksi PKB DPR Syafrin Romas di Gedung DPR/MPR/DPD, Selasa.
<>Dia mengemukakan, usul dukungan 15 persen itu merupakan penolakan halus dari partai-partai besar yang takut kehilangan peluang memenangkan calonnya dalam pilkada.
Persyaratan itu semestinya disamakan di semua daerah. Dalam pilkada di Aceh, syarat calon independen cukup mengumpulkan dukungan tiga persen dari jumlah penduduk. Karena itu, di propinsi lain juga perlu ditetapkan aturan yang sama yakni tiga persen.
FKB berharap Partai Golkar dan parpol besar lainnya tidak mempersulit calon independen dengan memperberat persyaratan. "MK sudah punya maksud baik tetapi parpol suka mengada-ada," katanya.
Syafrin Romas mencontohkan, Propinsi Lampung dengan jumlah penduduk yang punya hak pilih sekitar 4,5 juta orang. Kalau untuk mendapat satu KTP, calon harus mengeluarkan uang Rp20 ribu, dan kalau persyaratannya harus dapat dukungan 10 persen, maka calon harus mengeluarkan dana 10/100 X 4.500.000 X Rp20.000 Rp9 miliar.
Kalau persyaratannya tiga persen, maka dana yang dikeluarkan sebesar 3/100 X 4.500.000 X Rp20.000 Rp2,7 miliar. Sedangkan jika persyaratannya 15 persen, maka calon harus mengeluarkan dana 15/100 X 4.500.000 X Rp20.000 Rp13,5 miliar.
Untuk maju sebagai calon perseorangan, calon independen harus mengeluarkan dana Rp13,5 miliar untuk mengurus KTP. "Ini nggak rasional. Saya usul persyaratannya cukup tiga persen," kata Syafrin.
Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR tetap mengusulkan persyaratan 15 persen. Persyaratan harus mendapat dukungan 15 persen bagi calon perseorangan untuk ikut dalam pilkada jangan dilihat sekadar angkanya, yang kemudian dikalkulasi sehingga mendapat gambaran berat, lalu menuduh penetapan sebesar itu sebagai bentuk ketidakikhlasan.
"Kita bicara tentang syarat termasuk angka dukungan tersebut. Sebagai komparasi bahwa parpol memperoleh hak untuk mengusulkan, setelah melalui tahapan mendirikan partai. Sebagaimana diketahui, untuk pendirian partai, persyaratannya sangat berat dan rumit," katanya.
Tanpa harus membandingkan, apalagi untuk menempuh jalan yang sama, maka ketika membicarakan syarat dukungan, sebaiknya tidak dalam posisi mempersulit atau mempermudah untuk ikut pilkada.
Golkar tidak ingin putusan MK dimaknai sekadar jalan mudah untuk ikut pilkada. Sesungguhnya yang diinginkan Golkar adalah ruang perseorangan itu dimaknai sebagai ruang bagi sejumlah orang untuk dapat mengusulkan figur yang menurut mereka tepat untuk memimpin di daerahnya.
"Kita justru berpandangan bahwa adanya calon perseorangan ini menjadikan kompetisi kualitas figur dalam pilkada menjadi semakin menarik, jauh dari kekhawatiran apalagi ketakutan," kata Ferry. (ant/mad)