Jakarta, NU Online
Setelah buron beberapa hari ini, polisi akhirnya berhasil menangkap Abrori, pimpinan Pesantren Umar bin Khattab (UBK) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diduga mengajarkan terorisme tersebut. Abrori ditangkap di kediaman orang tuanya, di desa Khananga, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, sekitar pukul 12.30 WITA oleh anggota Polda NTB.
<>
Abrori menurut Karopenmas Polri Brigjen Pol Ketut Untung Yoga Ana, Jumat (15/7), diduga terlibat kasus bom di Ponpes UBK dan penusukan terhadap anggota Polsek Bolo. "Saat ini tersangka sudah diberangkatkan dari Bima menuju Polda Mataram untuk proses penyidikan lebih lanjut," kata Yoga.
Pada Senin 11 Juli lalu, terjadi ledakan yang menewaskan Firdaus, seorang guru, di Ponpes Umar bin Khattab. Pihak kepolisian belum bisa memastikan apakah korban tewas akibat ledakan atau sebab lain. Sedangkan pihak Ponpes melarang polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut. Bahkan para santri berusaha menghadang polisi untuk masuk pesantren.
Sementara itu Polres Bima NTB sudah memeriksa 13 dari 15 pengantar jenazah korban ledakan. Pengantar merupakan keluarga dan perwakilan pesantren yang akan membawa jenazah Firdaus menuju rumah korban ke kampung halamannya di Dompu, NTB.
Jenazah Firdaus akan diperiksa untuk dipastikan penyebab kematiannya. Upaya polisi juga mendapat perlawanan para pengantar. Polisi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus insiden ledakan bom tersebut. Tersangka berasal dari dua anggota keluarga pengajar Pondok Pesantren UBK. Keduanya ditetapkan atas kepemilikan senjata tajam saat mengantar jenazah Firdaus.
"Jadi keduanya terkait kepemilikan senjata tajam. Belum ada tersangka terkait olah tempat kejadian di ponpes. Mereka itu kelompok keluarga korban (Firdaus)," ujar Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Sukarman Husein.
Kedua tersangka, yakni RH (22) dan S (38) dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan telah ditahan di Mapolres Bima Kabupaten, sedangkan lima orang lainnya, hingga kini masih diperiksa intensif.
Menurut informasi dari pihak pesantren, ledakan berasal dari tabung gas di dapur. Namun polisi tidak diperkenankan untuk masuk dan melakukan olah TKP. Sehingga kini penyebab pasti ledakan belum diketahui. Setelah terjadi ledakan, ratusan santri berjaga di pintu gerbang dan tidak membolehkan siapa pun masuk, termasuk polisi. Polres Bima NTB sejauh ini sudah memeriksa 13 dari 15 pengantar jenazah korban ledakan.
Penulis : achmad munif arpas
Sumber: antara