Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim mengusulkan Ketua Umum (Tanfidziyah) PBNU tidak dipilih oleh para peserta muktamar atau Muktaminirn yang mewakili wilayah dan cabang NU seluruh Indonesia, namun dipilih oleh Rais Aam (Syuriyah) terpilih.
“Ada tiga opsi dalam pemilihan Ketua Umum PBNU, namun kami cenderung memilih opsi Ketum PBNU dipilih langsung oleh Rais Aam,” kata Sholeh Hayat, Wakil Ketua PWNU Jatim kepada wartawan di Surabaya, Ahad (14/3).<>
Mekanisme ini, kata Sholeh, dimaksudkan untuk mewujudkan kepatuhan Ketua Umum kepada Rais Aam. PWNU Jatim tidak menginginkan adanya kondisi PBNU yang tidak harmonis antara Rais Aam dan Ketua Umum.
Untuk tujuan itu PWNU Jatim akan mengajak peserta muktamar (muktamirin) lainnya mengubah AD/ART NU yang ada.
Dua opsi lainnya, menurut Sholeh Hayat yang juga Ketua tim Komisi Organisasi PWNU Jatim itu, ketua Umum dipilih oleh ahlul halli wal aqdi, yakni beberapa kiai sepuh dan memiliki pengaruh. Sementara selama ini yang berlaku adalah adalah opsi pertama, yakni Rais Aam dan Ketua Umum masing-masing dipilih oleh Muktamirin.
Sholeh Hayat sendiri mengakui, ada kelebihan dan kekurangan jika Ketua Umum dipilih oleh Rais Aam. Kelebihannya, diharapkan asas kepatuhan akan dijalankan. Namun, jika tidak dipilih oleh Muktamirin demokrasi di NU tidak akan berjalan. (sam)