Warta

"Nahdhiyin" di IPB Bahas Revitalisasi Peran NU Berdayakan Akar Rumput

Sabtu, 26 Mei 2007 | 11:30 WIB

Bogor, NU Online
Untuk pertama kalinya, komunitas warga "Nahdhiyin" --sebutan populer untuk kalangan Nadhlatul Ulama (NU)--yang ada di lingkup Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu, mengadakan silaturrahmi dan dialog interaktif Keluarga Besar NU IPB dan tokoh pondok pesantren (Ponpes) se Bogor, yang juga menghadirkan Ketua PBNU, Drs KH Masdar F Mas’udi, MS, sebagai pembicara kunci.

Acara yang digagas Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB itu, dikemas dalam sebuah dialog bertema "Revitalisasi Peran Nahdlatul Ulama Dalam Pemberdayaan Masyarakat Akar Rumput" dengan menampilkan sejumlah narasumber, dari komunitas "nahdhiyin" yang ada di Kampus Institut Pertanian terbesar di Asia Tenggara itu.

<>

Para narasumber itu adalah Dekan SPs IPB, Prof Dr Ir Khairil Anwar Notodipuro, MS, yang membahas "Urgensi Penataan Manajemen Institusi Pendidikan NU", anggota Majelis Wali Amanat (MWA) IPB, Dr Ir H Ishartanto, SE, MM, yang juga anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR-RI dengan tema "Memperkuat Kompetensi Warga NU di Lautan Pengabdian" dan Dr Ur H Rachmat Pambudy, MS, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LP2NU), yang juga Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan tema "Revitalisasi Peran NU Dalam Pembangan Sektor Pertanian".

Selain itu, juga dihadirkan Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Bogor, Drs KH Abdurrahim Sanusi, Lc dengan topik "Bersinergi dan Menyatukan Potensi dalam Membangun NU", Wakil Ketua PCNU Kota Bogor, Drs KH Asep Abdul Wadud dengan topik "Meretas Jalan Menuju Kebangkitan NU Kota Bogor", dengan moderator Ir Zahrul Muttaqien, peneliti Departemen Kehutanan (Dephut).

Ketua KMNU IPB, Mohammad Fahir menjelaskan bahwa kegiatan itu, adalah sebuah ajang silaturrahmi yang digagas guna mempererat para "nahdhiyin" di IPB, yang selama ini jumlahnya cukup banyak.

"Namun, hingga gagasan silaturrahmi ini tergelar, ternyata keluarga besar ’nahdhiyin’ di IPB cukup banyak, dan lewat ajang inilah kemudian bisa saling bertemu," katanya.

Menurut dia, silaturrahmi itu tidak akan berhenti pasca kegiatan itu, namun akan menjadi titik awal pertemuan, yang kemudian akan menjadi wadah bersama guna memberikan sumbangsih pemikiran kepada bangsa.

"Ini sekaligus menjadi indikator bahwa warga ’nahdhiyin’ di kampus IPB dan lingkup Ponpes di Bogor ada, dan akan ikut bersama anak bangsa lainnya untuk bersama-sama memberikan sumbangsihnya bagi pemberdayaan akar rumput masyarakat," kata Achmad Fahir, yang sedang menyusun tesis masternya itu.

Sementara itu, Dr Ir Aji Hermawan, MM, staf pengajar IPB yang juga mantan Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di Inggris Raya mengaku bahwa pertemuan silaturrahmi itu membuat dirinya bangga.

"Sebelumnya memang ada perasaan trenyuh, karena di IPB ini mengaku ’nahdhiyin’ saja tidak ingin dikemukakan secara terbuka, namun hari ini, ternyata setelah berkumpul cukup banyak keluarga besar NU," katanya.

Ia juga sepakat bahwa forum silaturrahmi yang baru digagas itu, kemudian akan bergulir dan berkembang menjadi sebuah kegiatan yang dapat memberikan iuran bagi proses pembangunan bangsa, yang pada gilirannya akan mencapai harapan yang diinginkan bersama, yakni memberdayakan masyarakat di akar rumput.

Sedangkan Ketua PBNU, Masdar F Mas’udi banyak menyoroti bagiaman perlunya membenahi NU sebagai organisasi (jamiyah), dna itu harus dimulai dengan membangun rukun organisasi yang paling vital, yang disebutnya "basis konstituen keummatan".

Mengapa basis keummatan, menurut dia, karena hal itu adalah sumber kekuatan dan legitimasi sebuah organisasi, satu-satunya yang masih bisa jadi unggulan, modal sosial membangun kejayaan umat dan bangsa, selama ini paling sedikit disentuh dan dipedulikan, serta basis eksistensi yang semakin terancam.

Untuk menjangkau itu semua, kata dia, maka masjid menjadi "meeting point" yang sangat strategis untuk mewujudkannya. "Alhamdulillah, masjid-masjid ’nahdhiyin’ (yang ditandai masih adanya) qunut, wirid, shalawat, bedug dan sebagainya, rata-rata masih mencakup 60 sampai 70 persen dari 400-an ribu masjid di seluruh Nusantara ini," katanya. (ant/mad)


Terkait