Rais Syuriah PCINU Australia Luncurkan Buku Berbahasa Inggris
Kamis, 13 September 2007 | 08:08 WIB
Canberra, NU Online
Di sela-sela acara Indonesia Update di kampus Australian National University (ANU), Canberra (8/9) lalu, Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan New Zealand (ANZ) Dr Nadirsyah Hosen meluncurkan buku terbarunya berjudul “Syariah and Constitutional Reform in Indonesia.”
Peluncuran buku yang menggabungkan keilmuan hukum Islam dan ketatanegaraan tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi sejumlah pemerhati. Terbukti, peluncuran buku tersebut dihadiri oleh sejumlah pakar Islam, sejarah dan politik Indonesia dari berbagai kawasan.
<>Kontributor NU Online Akh Muzakki dari Australia melaporkan, acara peluncuran dihadiri pakar kenamaan sejarah Indonesia seperti Prof Jamie Mackie, ProfMerle Ricklefs, dan Dr Greg Fealy hadir mengikuti peluncuran buku tersebut. Buku berbahasa Inggris karya Nadirsyah Hosen yang juga putra ulama ahli hukum Islam tersohor Indonesia Prof Ibrahim Hosen tersebut sangat diminati oleh para pemerhati.
Terbukti, tak kurang dari lima menit setelah diluncurkan, stok buku tersebut langsung terjual habis. Banyak pemerhati yang hadir pada acara peluncuran tersebut menyatakan kekecewaan yang mendalam karena kehabisan stok.
“Sayang sekali saya tidak bisa segera memiliki buku itu,” kesal salah seorang yang hadir. “Saya harus memiliki buku itu karena akan menjadi bacaan wajib bagi reformasi bukum di Indonesia,” ujar salah seorang dosen dari universitas di Australia.
Dalam sambutan peluncurannya, Profesor Kathy Robinson dari ANU Canberra mengatakan bahwa buku karya tokoh muda NU ini tidak saja penting bagi upaya untuk memahami pergerakan kekuatan politik Islam di Indonesia pada masa reformasi, tetapi juga signifikan bagi kajian mengenai pergulatan hukum Islam dan konstitusi di Indonesia.
Dalam percakapannya dengan sejumlah pemerhati yang hadir saat peluncuran, Nadirsyah mengutarakan maksud penerbitan buku berbahasa Inggris tersebut. Menurutnya, penerbitan buku tersebut tidak lain untuk menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat Muslim Indonesia tidak saja pandai sebagai konsumen pengetahuan dan keilmuan Islam, tetapi juga pintar menjadi produsen.
Selama ini, keluhnya, Islam Indonesia sering dikritik sebagai konsumen semata, tanpa bergerak lebih jauh menjadi pordusen keilmuan dan pengetahuan Islam.
Kritik semacam di atas, pada dasarnya, disebabkan masih minimnya karya anak bangsa Indonesia yang bisa dibaca dan diakses oleh dunia lebih luas. Alasannya sederhana, karena para ilmuwan Muslim Indonesia menuliskan gagasan-gagasannya dalam bahasa lokal (baca: Indonesia). Sehingga, konsumennya pun terbatas pada masyarakat lokal Indonesia.
“Karena itu,” tegas Nadirsyah, “upaya menerbitkan gagasan kita masyarakat Muslim Indonesia dalam bahasa Inggris harus disemangati. Dan buku ini menjadi awal peneguhan semangat untuk bergerak ke tingkat lebih tinggi, yakni internasional,” katanya.(zak)