Warta

Rukyat itu Ilmiah

Senin, 18 Desember 2006 | 06:42 WIB

Semarang, NU Online
Rukyat dalam pengertian pengamatan terhadap benda-benda langit, termasuk bulan (hilal) sudah ribuan tahun dilakukan. Hasil pengamatan demi pengamatan dicatat dan dirumuskan dalam bentuk ilmu yang kemudian melahirkan ilmu astronomi dan ilmu hisab (practical astronomy).

“Jadi ilmu hisab berasal dari pengamatan, penelitian dan observasi atau rukyat. Dengan demikian rukyat itu ilmiah dalam perspektif ilmu pengetahuan,” kata Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Ma’ruf Amin kepada NU Online di sela-sela acara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Nasional Pelaksana Rukyat NU di komplek Masjid Agung Semarang Jawa Tengah, Senin (18/12).

<>

Beberapa pengamat berkomentar bahwa rukyat bil fi’li (pengamatan bulan secara langsung) untuk menentukan awal bulan Hijriyah tidak diperlukan lagi diperlukan karena sudah ada berbagai perhitungan pergerakan benda langit langit yang semakin akurat. Menurut, Kiai Ma’ruf Amin, fakta itu tidak akan menghilangkan fungsi pengamatan benda-benda langit karena kemungkinan penemuan fakta baru akan terus terbuka.

“Yang palig penting memang ini adalah perintah dari Nabi Muhammad SAW. Ada unsur Ibadahnya. Jadi Nahdlatul Ulama akan terus melaksanakan rukyat ini sebagai penentu utama penentuan awal Syawal,” kata Kiai Ma’ruf Amin.

Buku Pedoman

Untuk melakukan rukyatul hilal para pengamat dipandu dan dibantu oleh disiplin ilmu hisab sehingga posisi dan kedudukan hilal bisa dengan mudah. Beberapa benda langit mirip bulan yang kemungkinan akan mengganggu pengamatan dapat segera dibedakan.

Nahdlatul Ulama pada 1993 telah menerbitkan buku pedoman pelaksanaan hisab dan rukyat di lingkungan Nahdliyyin yang merupakan hasil kesepakatan para ahli falak dan astronomi di lingkungan NU. Beberapa kitab dengan metodenya yang berbeda-beda telah diserasikan untuk memperoleh tingkat akurasi yang lebih memadai kemudian distandarkan.

Kasus perbedaan penentuan awal syawal 1427 H kemarin antara PBNU dan PWNU Jawa Timur dipastikan karena PWNU Jawa Timur memasalahkan kembali metode hisab penyerasian dan kembali menggunakan beberapa kitab pedoman lama. (nam)


Terkait