Santri di Padang Pariaman Diminta Tak Khawatir Bakal Jadi Pengangguran
Ahad, 14 Desember 2008 | 03:25 WIB
Para tuanku atau santri yang telah menyelesaikan pendidikan pesantren di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, diminta tak khawatir nantinya bakal jadi pengangguran. Asalkan tetap bekerja keras untuk kepentingan umat, pasti ada rezeki.
Demikian dikatakan A’wan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Padang Pariaman, Azwar Tuanku Sidi, pada pengukuhan santri Pesantren Jamiatul Mukminin Asrianto, di Sintuak Tobohgadang, Padangpariaman, Sabtu (13/12).<>
“Tuanku sebagai santri yang dididik di pondok pesantren salafiyah tidak perlu cemas menghadapi persaingan lapangan kerja yang makin sulit. Sampai saat ini tidak ada terdengar di tengah masyarakat ada tuanku yang menganggur,” jelasnya.
Menurut Azwar, tuanku sebagai ulama lulusan pesantren salafiyah, gajinya bukan dari pemerintah, melainkan dari Allah. ”Karena itu, jika seorang tuanku diminta pengurus masjid/musala/surau mengajar anak-anak mengaji dan imam khatib, jangan tanya berapa gajinya kepada pengurus. Tuanku harus yakin yang memberikan gaji (rezeki) itu adalah Allah,” ungkapnya.
Ia menceritakan, dulu gurunya Syeikh Musa di Pesantren Kabun Tapakih Ulakan menyampaikan tuanku itu makan dari kitab. ”Saat itu memang muncul dalam pikiran, mana mungkin bisa makan dari kitab. Ternyata, pelajaran dan pengamalan dari kitab kuning, baik melalui dakwah maupun mengajarkan kitab di pondok pesantren, saya tetap diberi rezeki. Sehingga diberi kesanggupan menghidupi keluarga,” kata Azwar.
Azwar mengakui, ada anggapan yang berkembang di masyarakat, jangan membuat kegiatan (acara) di dalam masjid/surau. Karena akan menyebabkan masjid/surau kotor. Padahal, masjid/surau yang kotor bisa dibersihkan segera.
“Masalahnya saat ini adalah bagaimana hati umat yang kotor? Kotornya hati umat yang menyebabkan terjadinya multikrisis yang melanda umat saat ini. Kotoran hati inilah yang sulit dibersihkan,’ ujarnya.
Wakil Bupati, Ali Mukhni, yang juga hadir pada kesempatan itu menyebutkan, jika seorang tuanku (ulama) meninggal, maka sulit mencari gantinya. Sedangkan sarjana meninggal, banyak gantinya. “Maka, kita semua pantas bersyukur, saat ini dikukuhkan lagi tuanku di Padang Pariaman,” tandasnya.
Berbeda dengan pesantren di Nusantara pada umumnya, pesantren atau surau yang ada di Padang Pariaman memberikan gelar tuanku bagi para santri yang telah menyelesaikan pendidikan di pesantren. Tidak diketahui secara pasti kapan tradisi itu bermula, tetapi saat ini sudah dipahami masyarakat di Padang Pariaman bahwa tuanku merupakan gelar akademik pesantren salafiah di Padang Pariaman dan daerah lainnya.
Tradisi ini tetap berkembang, karena sejak awal, karena di pesantren Padang Pariaman, terutama di sekitar masjid Syeikh Burhanuddin dijaga para pendekar yang sangat sakti dan berani. Sehingga, sejak awal, pasukan Paderi yang Wahabi itu tidak berani mengusik keberadaan pesantren dan makam keramat. (bat)