Warta

Shell Bangun Pom Bensin Awal November

Rabu, 12 Oktober 2005 | 08:49 WIB

Jakarta, NU Online
Tepat awal Nopember tahun ini UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) diberlakukan. Itu berarti akan mengubah total peta persaingan bisnis hilir migas di Indonesia. Pertamina bukan lagi satu-satunya perusahaan yang mendistribusikan BBM di Indonesia.

Siapa pun, entah perusahaan asing atau lokal, diizinkan membuka usaha di sektor hilir migas. Artinya, bebas bersaing langsung dengan Pertamina. Nama-nama beken seperti Shell, Beyond Petroleum (BP), Caltex serta pemain asal negeri jiran Petronas, dipastikan akan meramaikan bisnis hilir migas.

<>

Keputusan ini tentu saja disambut gembira para pesaingnya. Shell misalnya, perusahaan minyak terbesar kedua di dunia akan membangun satu pom bensin yang pertama di Tanggerang bulan depan. Perusahaan minyak dan gas di hilir ini hanya menjual bahan bakar minyak oktan tinggi yang tidak lagi disubsidi.

Kepastian itu diungkapkan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Tubagus Haryono. Menurutnya dalam jangka waktu 8 tahun Shell berkomitmen membangun 400 pom bensin. "Mereka telah menyampaikan rencana itu kepada kami," kata Tubagus di Jakarta, Rabu (12/10) seperti dikutip Tempo.

Shell, kata Tubagus, telah memiliki tempat penyimpanan (storage) bahan bakar minyak (BBM) di daerah Merak, Banten. "Jadi mereka tidak harus bangun kilang yang penting suplainya ada."

Bukan hanya Shell, bahkan "anak didik" Pertamina, Petronas Malaysia, sudah bersiap untuk membangun tak kurang dari 200 SPBU dengan biaya sekira dua juta dolar AS. Status Pertamina sendiri juga sudah berubah menjadi perseroan (PT), sejak September 2003. Dengan status barunya tersebut, Pertamina bersaing sejajar dengan yang lain.

Sampai di sini, terasa betapa gegabah pemerintah dan DPR menetapkan liberalisasi tersebut. Bisik-bisik yang terdengar, liberalisasi mustahil ditolak karena merupakan bagian atau persyaratan dari perjanjian pinjaman Bank Dunia, IMF serta perjanjian perdagangan WTO.

Padahal, tidak ada satu negara pun yang menerapkan sistem pasar bebas penuh untuk sektor ini, bila swasta penuh, maka tak ada badan yang mampu mengontrol harga. Negara maju seperti AS, pemasaran migas 80% masih dipegang oleh pemerintah dan disubsidi dari pajak masyarakat, sedangkan sisanya diserahkan ke swasta. (cih)

 


Terkait