Penerapan syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tidak menjamin dapat menghentikan penularan penyakit HIV dan AIDS. Sebab, dibutuhkan upaya lain pemahaman dan penyadaran masyarakat terutama kelompok risiko tinggi untuk mencegahnya.
"Butuh upaya lain selain syariat Islam yaitu peningkatan kesehatan masyarakat, tapi jangan menganggap bahwa syariat Islam gagal," kata pimpinan AIDSira Foundation, dr Pandu Riono, di Banda Aceh, NAD, Jumat (12/12) kemarin seperti ditulis Antara.
;
Ia mengatakan hal itu pada seminar/diseminasi informasi mengenai hasil survei perilaku yang dilakukan Dinas Kesehatan NAD, selaku salah satu staf ahli yang dilibatkan dalam survei. Survei dilakukan di empat Kabupaten/Kota di Aceh, yaitu, Banda Aceh, Aceh Barat, Lhokseumawe dan Aceh Tamiang melibatkan 2.950 sampel terdiri dari kelompok wanita pekerja seks, laki-laki berisiko dan remaja.
Dari hasil survei diketahui bahwa di kalangan remaja, meskipun perilaku seks berisiko masih rendah, tetapi berpotensi meningkat karena pengetahuan tentang HIV-AIDS yang masih terbatas. Karena itu, pemerintah dan lembaga yang konsisten dengan pencegahan HIV-AIDS harus membuat program yang lebih serius dan tidak boleh melupakan generasi muda, yang berpotensi untuk berisiko terkena IMS, termasuk HIV.
Pada kelompok laki-laki berisiko yang mengambil sampel buruh konstruksi perilaku seks berisiko tidak terlalu tinggi, tetapi pengetahuan tentang HIV-AIDS juga masih terbatas. Sementara pada wanita pekerja seks ternyata hasil survei menunjukkan bahwa potensi peningkatan risiko HIV juga terus meningkat.
Menurut Pandu, hasil survei tersebut diyakini keakuratannya lebih rendah daripada yang sebenarnya. Pasalnya, jawabannya secara normatif namun diharapkan dapat membuka mata semua pihak untuk segera melakukan upaya pencegahan.
"Kalau tidak sekarang kita lakukan pencegahan ke depan akan butuh biaya lebih besar lagi dan akan menjadi endemi," kata Pandu. (nam)