Warta

Tokoh Agama Harapkan Presiden Lebih Tegas Atasi Krisis Multi Dimensional

Rabu, 20 Desember 2006 | 06:02 WIB

Jakarta, NU Online
Sejumlah tokoh agama di tanah air mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar lebih responsif dan tegas mengambil keputusan dalam menangani krisis multi dimensional yang dihadapi bangsa Indonesia.

Hal tersebut dinyatakan bersama dalam acara reflesi akhir tahun ’Gerakan Penegak Moral Bangsa’ yang dihadiri oleh Prof Dr Ahmad Syafii Maarif (Mantan Ketua PP Muhammadiyah), Dr KH Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU), Kardinal Dr Julius Darmaatmadja SJ (mantan Ketua KWI), Pdt Dr AA Yewangoe (Ketua Umum PGI), Bhikku Sri Pannyavaro Mahathera (tokoh Budha), dan Xueshi Djaengrana Onganwijaya, di Jakarta, Selasa (19/12) malam.

<>

Dalam pernyataannya itu, krisis multi dimensional tersebut terutama yang terkait dengan isu-isu kerakyatan seperti penghapusan kemiskinan, jaminan pendidikan dan kesehatan, pencegahan perdagangan manusia dan pemberantasan korupsi.

Satu-satunya cara mempertahankan performance dan kecintaan rakyat kepada presiden yang terpilih secara demokratis, adalah, keberpihakkan secara cepat, tepat, tegas, dan berani kepada kepentingan rakyat.

"Carilah para pembantu (menteri, penasihat, juru bicara) yang benar-benar dapat mengimplementasikan program-program pro rakyat bukan orang-orang yang hanya mengejar jabatan dan membuat laporan ABS (Asal Bapak Senang). Hanya dengan cara inilah perubahan yang diidam-idamkan rakyat akan hadir menjadi kenyataan pada tahun yang akan datang," kata Direktur Eksekutif Maarif Institut, Raja Juli Antoni, yang membacakan pernyataan bersama di hadapan tokoh lintas agama tersebut.

Dalam pernyataan bersama itu juga, tokoh agama menuntut para anggota DPR agar benar-benar menjadi institusi yang demokratis dan memperjuangan suara serta kepentingan rakyat, menuntut jajaran kepolisian RI agar terus meningkatkan kinerjanya dalam penegakkan hukum tanpa ragu dan pandang bulu.

Kemudian, mengajak kepada para tokoh dan pemuka agama untuk bekerjasama bahu-membahu memperjuangkan "kebhinekaan" bangsa Indonesia sebagai sebuah aset nasional yang perlu dikelola dengan baik.

"Bangsa ini memerlukan keteladanan moral yang harus tercermin pada perilaku bijak di berbagai bidang," katanya.

Pernyataan Gerakan Penegak Moral Bangsa ini sendiri, katanya, tidak terlepas dari kompleksitas permasalahn yang telah lama mengurung bangsa Indonesia hingga telah membuat frustasi dan kehilangan harapan untuk menatap masa depan.

Peningkatan secara tajam dari angka kemiskinan, pengangguran, anak putus sekolah, praktik bunuh diri, kekerasan dan kriminalitas, kerusakan hutan, pengguna narkoba serta pengidap penyakit HIV/AIDS telah menjadi gambar buram 2006.

"Dalam konteks sosial keagamaan, kekerasan atas nama agama seperti penyerangan dan pengrusakkan terhadap rumah ibadah dan prasarana keagamaan pemeluk agama lain atau pemeluk aliran/paham keagamaan yang tidak merupakan arus utama, masih menjadi praktik yang mengemuka pada 2006," katanya. (ant/mad)


Terkait