Warta

Tokoh Muda Satu Kata Kritik Iklan Politik PKS

Jumat, 14 November 2008 | 23:39 WIB

Jakarta, NU Online
Sejumlah tokoh muda atau politikus lintas partai politik, satu kata mengeritik iklan politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menampilkan beberapa tokoh dan pahlawan nasional.

Politikus muda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Ja'far, misalnya, menyebut langkah PKS sebagai tindakan ‘mengambil milik orang lain tanpa izin’. Walau tidak disengaja, katanya, hal itu merupakan perbuatan berdosa.<>

Ditampilkannya sosok Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari dalam iklan tersebut, menurutnya, termasuk dalam perbuatan ‘mengambil milik orang lain tanpa izin’.

"Ini namanya ghosob, yaitu perbuatan mengambil milik orang lain tanpa izin walau tidak disengaja, dan itu dosa," tegas Ja'far dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Iklan Politik: Tokoh Nasional Milik Siapa?' di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (14/11).

Selain itu, tambah Ja'far, antara NU dan PKS terdapat perbedaan ideologis yang sangat tajam. "Ini politik kekanak-kekanakan yang luar biasa. Jika di lapangan tidak sesuai dengan ideologi NU, itu suatu kemunafikan," terangnya.

Hal senada dikatakan Ketua Departemen Pemuda DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Budiman Soedjatmiko, yang juga hadir pada kesempatan itu. Menurutnya, iklan politik tersebut cukup jelas telah berupaya membohongi rakyat.

Ditampilkannya mantan presiden Soeharto sebagai guru bangsa, ujarnya, cukup untuk disebut upaya mengelabui rakyat. Sebab, selama berkuasa, mantan penguasa Orde Baru itu melakukan pembunuhan demokrasi, pelanggaran hak asasi manusia dan lain-lain.

“Meski belum terbukti secara hukum Soeharto melakukan korupsi, tapi siapa yang menjamin bahwa Soeharto itu bersih? Ini bukan masalah maaf memaafkan dan rekonsiliasi, tapi meletakkan sejarah pemimpin bangsa ini secara benar dan proporsional,” jelas Budiman.

“Jadi, kalau Soeharto dalam iklan PKS sebagai guru bangsa ditambah menampilkan tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, KH Hasyim Asy’ari, KH A. Dahlan, Tan Malaka, dan lain-lain, itu jelas membohongi masyarakat,” imbuhnya.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Matahari Bangsa (PMB), Yusuf Warsim, mengungkapkan bahwa iklan adalah salah satu media untuk “berjualan”. Konsekuensinya adalah di dalamnya mesti terdapat banyak kebohongan.

Karena itu, PMB, kata Yusuf, pada pemilu 2009 nanti tidak akan “jualan” tokoh dan simbol-simbol, apalagi dengan menampilkan Soeharto. “Soeharto itu mempunyai masalah besar yang belum selesai terhadap bangsa dan negara ini. Bahkan, saya tidak bisa memaafkan Soeharto, karena beliau bertindak represif. Saya pernah diinterogasi aparat ketika turun dari mimbar khotbah Jumat akibat mengeritik Orba,” tandas Yusuf.

Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Fachri Hamzah, berbeda pendapat. Menurutnya, iklan politik itu bertujuan “memecahkan” politik aliran dan sekat-sekat politik yang terjadi dalam masyarakat. PKS, katanya, merupakan partai pluralis.

“PKS memang tidak mempunyai tokoh. Karena itu, tidak menjual tokoh-tokoh PKS,” ungkap Fachri. (nif)


Terkait