Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menegaskan, alasan dirinya tidak bersedia memenuhi undangan bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush pada Senin (20/11) mendatang bukan karena benci terhadap orang nomer satu di AS itu atau pun negaranya. Melainkan karena ingin menyelamatkan agama sekaligus umat beragama.
“Keengganan saya untuk tidak hadir dalam pertemuan itu bukan karena saya benci (kepada Bush, Red), mogok atau menolak Amerika. Tetapi ingin menyelamatkan agama dan sekaligus juga umat bergama agar tidak dibawa-bawa dalam setiap agresi atau kebijakan Bush,” tegas Hasyim kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (9/11).
<>Sebagaimana diberitakan situs ini, Sabtu (4/11) lalu, pemimpin tertinggi organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia ini menyatakan tak bersedia memenuhi undangan bertemu Bush. Ia menganggap percuma saja bicara dengan Bush karena menyangsikan dialog tersebut akan membawa hasil positif. “Secara pribadi, kalau diundang, saya nggak mau datang, karena Bush orangnya keras kepala,” ketusnya.
Hasyim sangat menyadari, jika dirinya hadir, maka akan muncul kesan bahwa pertemuan tersebut ada kaitannya dengan urusan agama. Padahal, menurutnya, kedatangan Bush yang akan mampir di Indonesia selama 6 jam setelah menghadiri pertemuan APEC di Vietnam 18-20 November 2006 itu adalah untuk kepentingan ekonomi semata.
Sebagai Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP), ia tak ingin hal itu terjadi. “Seakan-akan ada nuansa agama, seperti persoalan Israel-Libanon, Afganistan, Irak atau nuklir Iran, dan sebagainya. Padahal kan tidak ada hubungannya sama sekali. Kepentingannya adalah ekonomi atau imperialisme,” terangnya.
Dengan nada agak keras, Hasyim menyatakan, kedatangan pemimpin negeri Paman Sam tersebut tak perlu ditafsirkan bermacam-macam--termasuk terkait urusan agama--, kecuali hanya demi kepentingan ekonomi. “Biarkanlah Bush itu datang tanpa nuansa agama, tetapi lebih bernuansa imperialisme,” tegasnya.
Disinggung tentang sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam yang akan berunjuk rasa menolak kedatangan Bush, Hasyim menilai hal itu adalah wajar sebagai sebuah reaksi. Penolakan seperti itu, katanya, tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di negara mana pun yang akan dikunjungi Bush.
Namun demikian, Hasyim berharap agar setiap reaksi terhadap AS maupun Bush tersebut harus dilakukan secara proporsional. Ia melihat, selama ini, terutama di Indonesia, penolakan atau aksi menentang kebijakan AS tidak dilakukan dengan tepat. "Menentang Amerika pakai golok. Teriak Allahu Akbar sambil melempar telor busuk," tandasnya.
“Saya berharap, reaksi masyarakat Indonesia itu yang berkualitas. Kalau Amerika menyerang ekonomi kita, ya kita perkuat perekonomian kita. Kalau budaya, lawan juga dengan budaya dan pendidikan kita. Kalau politik, lawan juga dengan politik yang sehat. Begitu juga kalau Amerika menyerang kita dengan pelor, ya kita lawan juga dengan pelor,” ujar Hasyim.
Dalam kesempatan itu, Hasyim juga mengungkapkan alasan lain terkait keengganannya bertemu Bush. Menurutnya, saat bertemu di Bali pada 2003 silam, dirinya berpesan akan banyak hal kepada presiden dari Partai Republik itu. Namun, imbuhnya, hingga saat ini, pesan itu tak ada satu pun yang diperhatikan.
Dijelaskan Hasyim, pesan tersebut antara lain, ia meminta agar AS jangan selalu menggunakan standar ganda dalam setiap kebijakan internasionalnya. Ia juga menuntut keseriusan negara adidaya tersebut dalam menciptakan perdamaian dunia, terutama perdamaian antara Israel dan Palestina.
Istilah crusade (perang salib) yang digunakan Bush saat akan menyerang Irak beberapa tahun lalu juga menjadi perhatian Hasyim. Ia menggugat penggunaan istilah yang sensitif tersebut. “Saya katakan, kalau pakai istilah crusade, maka jangan heran kalau umat Islam meresponnya dengan istilah jihad,” ujarnya.
Hal lain yang Hasyim tegaskan saat bertemu dengan Bush adalah stigma terorisme yang kerap dilekatkan kepada Indonesia, khususnya umat Islam di negeri ini. “Indonesia itu korban terorisme, bukannya sarang terorisme,” katanya.
Peran AS dalam dunia internasional yang seakan memosisikan diri sebagai ‘polisi dunia’ juga tak lepas dari kritiknya. Diceritakannya, kepada Bush, ia mengatakan agar AS tak perlu lagi menjadi pengatur dunia. “Saya katakan, Amerika itu cukup jadi ‘Bapak Dunia’ saja, nggak usah repot-repot jadi ‘polisi dunia’ segala. Dengan begitu, biayanya kan lebih murah,” terangnya. (rif)