Undang-undang (UU) Pemilihan Presiden (Pilpres) tak perlu mengatur syarat kesehatan calon presiden dan calon wakil presiden. Termasuk syarat pendidikan: sarjana atau bukan serta tua atau muda, tak perlu dimasukkan dalam UU tersebut. Biarkan rakyat bebas menentukan pilihannya.
Demikian dikatakan Pengamat Politik Fachry Ali pada diskusi bertajuk “Menimbang RUU Pilpres”, di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Jumat (14/3). Hadir juga dalam diskusi itu, Ketua FPP Lukman Hakim Saifuddin, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDIP Sutradara Ginting, Ketua Partai Demokrat Anas Urbaingrum dan Ketua FPG Priyo Budi Santoso.<>
“UU Pilpres itu harus merefleksikan artikulasi kepentingan rakyat dan bukannya sebagai gugusan kepentingan dewan (DPR) saja. UU Pilpres harus mencerminkan aspirasi rakyat secara sosial, ekonomi, politik dan budaya. Bukannya mencerminkan kepentingan elit,” terang Fachry.
Fachry mengaku menyesalkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Ketua Umum Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Pemilu 2004. Menurutnya, hal itu tidak dilepas saja sebagai Capres PKB yang berpasangan dengan Hj Marwah Daud Ibrahim.
”Toh, semuanya yang memilih rakyat. Ya, terserah rakyat mau pilih yang muda, tua, sarjana atau tidak sarjana dan sebagainya. Jadi, kita tidak butuh dengan aturan-aturan Pilpres yang justru menjadi masalah itu,” pungkasnya.
Saat ini, Fachry kenaikan harga-harga bahan pokok dan kondisi ekonomi yang sulit bagi rakyat akan berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh nasional yang akan maju sebagai capres-cawapres pada Pemilu 2009. Maka, kini dibutuhkan tokoh yang mampu mencari jalan keluar di tengah rakyat yang sedang susah. “Mereka inilah yang akan menjadi alternatif capres-cawapres terpilih pada pemilu 2009,” tandasnya.
Lukman Hakim Saifuddin, Sutradara Ginting dan Anas Urbaningrum sependapat dengan Fachry. Menurut Lukman, seharusnya, UU Pilpres itu mengatur isu-isu yang cerdas karena rakyat yang mempunyai kedaulatan untuk memilih calonnya.
“Sayar-syarat kesehatan, usia dan sarjana itu tidak prinsipil, tidak substantif, karena yang terpenting adalah apa yang akan dilakukan capres-cawapres pada 5 tahun atau satu tahun ke depan,” ujarnya menyarankan.
Mengenai syarat 30 persen parliamentery threshold (PT) yang berhak mengajukan capres-cawapres bagi PPP hal itu berlebihan dan kalau itu disetujui hanya akan ada 2 capres-cawapres yang muncul. “Itu jelas akan menyulitkan masyarakat untuk mencari alternatif pilihan yang lain. Sehingga yang rasional adalah 15 persen. Itu cukup moderat sehingga akan ada 3 sampai 4 pasangan capres-cawapres,” tuturnya. (fkb/rif)