Warta

Visi Perjuangan NU Tenangkan Hati SBY

Jumat, 3 Maret 2006 | 11:44 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Dr KH Said Aqil Siradj mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) merasa senang dengan keberadaan NU di Indonesia. Pasalnya, visi keumatan dan kebangsaan yang diperjuangkan NU selama ini sangat sinergis dengan visi pembangunan bangsa yang dikehendaki oleh pemerintah.

“Bagi NU visi keumatan dan kebangsaan itu sudah jelas. Antara keduanya tidak berseberangan. Artinya, pembangunan umat sekaligus juga membangun bangsa. Membangun bangsa juga berarti membangun umat,” terang Said Aqil Siradj kepada NU Online di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jum’at (3/2).

<>

Pernyataan tersebut, kata Kang Said—demikian ia akrab dipanggil—pernah ia ungkapkan dalam sebuah pertemuan dengan Presiden SBY di sebuah masjid di Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan tersebut, SBY berharap pembangunan umat selalu sejalan dengan pembangunan bangsa. Presiden berharap demikian, karena akhir-akhir ini muncul keinginan sejumlah pihak untuk melegalkan agama Islam di Indonesia.

“Lalu, saya sampaikan dalam pidato saya, visi pembanguan umat dengan kebangsaan itu telah lama diperjungkan oleh NU. Itu telah menjadi keputusan NU pada Munas di Lombok tahun 1997. Ternyata, Pak Presiden merasa tenang dengan ungkapan saya,” ungkap jebolan Universitas Ummul Quro, Mekkah, ini.

Menurut Kang Said, maksud dan tujuan diberlakukannya syariah Islam (Maqasid Syariah) itu sangat universal, yaitu menjaga hak-hak beragama, menjaga kebebasan akal, menjaga hak-hak kepemilikan harta, menjaga keturunan atau keluarga, dan menjaga harga diri. Hal itu telah sesuai dengan visi keumatan dan kebangsaan yang diperjuangkan NU selama ini.

“Itu sesuai dengan perkataan Imam Syatibi dalam kitabnya Al-Muwafaqah, Maqasid Syariah itu terdiri dari lima itu tadi. Itu sudah sangat universal dan sesuai dengan yang diperjuangkan NU,” jelasnya.

Lebih lanjut, kiai alumnus pondok pesantren Lirboyo, Kediri, ini menyoroti keinginan sejumlah kelompok dalam Islam yang ingin menegakkan syariat Islam di Indonesia. Menurutnya, jika syariat Islam diberlakukan di Indonesia, akan terjadi hal yang luar biasa, baik di internal maupun ekternal Islam. ”Kalau dipaksakan akan terjadi benturan. Antarkelompok dalam Islam sendiri saja tidak ketemu,” tuturnya.

Syariat, lanjut Kang Said, adalah bagian kecil dari Islam. Al Qur’an, sebagai pedoman hidup umat Islam sendiri hanya sedikit memuat soal hukum atau syariat Islam. Dikatakannya, muatan syariat dalam Al Qur’an hanya lima persen, adapun selebihnya memuat soal akidah dan peradaban. ”Dalam Al Qur’an, syariat atau hukum itu hanya bagian kecil saja. Yang banyak itu soal akidah dan peradaban. Sejarah itu kan peradaban. Jadi, kalau benar-benar memahami Al-Qur’an, saya kira tidak ada keinginan melegalkan Islam,” katanya. (amh)


Terkait