Kekalahan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah, Bambang Sadono-Mohammad Adnan, dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada Ahad (22/6) kemarin, merupakan ‘tamparan’ keras bagi Nahdlatul Ulama (NU).
Warga NU yang jumlahnya besar dan disebut-sebut bakal mendukung penuh pasangan tersebut, ternyata tidak solid. Keberadaan Adnan yang juga Ketua (nonaktif) Pengurus Wilayah NU Jateng pun ternyata tidak banyak membantu.<>
Pendapat tersebut dikemukakan Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Atmo Tan Sidik, di Kabupaten Brebes, Ahad (22/6) kemarin, seperti dilaporkan Kontributor NU Online, Wasdiun.
Menurut Atmo, berkembang fenomena bahwa kalangan Nahdliyin (sebutan lain untuk warga NU) saat ini lebih mandiri dalam berpolitik. Artinya, peran ketokohan, tak begitu memengaruhi perilaku politik warga Nahdliyin. “Ternyata, politik kiai tidak signifikan dengan perolehan suara,” pungkasnya.
Ia mencontohkan proses Pilgub di Kabupaten Bumiayu. Meski terdapat sejumlah ulama/kiai NU, seperti, KH Masruri Mughni dan KH Labib, tetapi tidak berpengaruh besar. Pasangan Bambang-Adnan juga kalah di kabupaten tersebut.
Fenomena itu, imbuhnya, patut jadi pelajaran bagi NU dan para tokohnya. Sebab, sebagai organisasi kemasyarakat Islam dan bukan partai politik, NU sudah semestinya sungguh-sungguh menjauhkan diri dari politik praktis.
“Struktural NU mesti dirombak. Jangan sampai yang jadi ketua NU mudah terperangkap dalam jebakan ‘politik murahan’. Kembalikan Khittah NU 1926 dengan sepenuhnya. Ya, sebagai organisasi masa nonpolitik,” tutur Atmo.
Hal senada dikatakan Sekretaris Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Brebes, Nurul Huda. Ia mengaku sangat menyayangkan NU dilibatkan dalam politik praktis. Semestinya, para petinggi NU di Jateng menyadari bahwa hal itu merupakan kesalahan besar.
Ketua Pengurus Cabang Pergerekan Mahasiswa Islam Indonesia PMII Kabupaten Brebes, Afifudin El Jufri, menyatakan, keterlibatan NU dalam politik praktis berikut kekalahan Bambang-Adnan telah menghacurkan martabat NU. “Harga NU terlalu rendah kalau hanya disewakan pada partai politik, apalagi saat ini kalah,” tandasnya.
Adnan, sebagai Ketua PWNU, katanya, sudah melanggar Khittah NU 1926. “Artinya, tidak bisa mengayomi warganya yang jelas-jelas mempunyai pilihan berbeda,” ujarnya. (rif)