Warta

Warga NU Perlu Tingkatkan Budaya Tulis

Jumat, 19 Agustus 2005 | 11:10 WIB

Jakarta, NU Online
Budaya tulis harus mulai dilakukan warga dan tokoh NU, bukan sekadar budaya lisan, karena tradisi tulis inilah yang merupakan bukti kongkrit peran kyai dalam mengembangkan umat dan masyarakat di sekitarnya.

Demikian diungkapkan, pekerja Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Supriyadi, dalam acara diskusi  pengelolaan manajemen kearsipan dilingkungan PBNU, yang diselenggarakan NU. Online, Jum'at (19/8). Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua PBNU, Abdul Aziz Ahmad, segenap badan otonom NU dan pengurus kesekretariatan PBNU.

<>

"Melalui tradisi tulisan maka semua pikiran, kebijakan, fatwa atau gerak langkah para kyai akan tercatat dan terekam dengan baik, sehingga informasi yang diperoleh lebih akurat dan kredibel," ungkapnya.

Perlunya kesadaran meningkatkan tradisi tulis para tokoh NU, lanjut alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) ini  karena Nahdlatul Ulama dan segenap tokoh-tokohnya yang amat beragam memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan republik ini, sehingga segala yang telah dilakukannya memiliki nilai sejarah yang tinggi dan ini harus diketahui oleh generasi yang akan datang."Karena ilmu pengetahuan sepenuhnya dapat ditelusuri dari sejarah, jadi kalau sampai NU tidak memiliki dokumentasi yang baik, dikhawatirkan literatur tentang NU akan sulit dilacak," tuturnya.

Dikatakan Supriyadi, selama ini, data-data kearsipan NU yang masuk masih sedikit, ketimbang yang dilakukan Muhammadiyah. NU, lanjutnya, hanya sekali menyerahkan arsip yakni ketika gedung PBNU pindah. "Meskipun data itu masih bisa terselamatkan, namun jumlahnya masih sangat sedikit dibanding kekayaan atmosfir intelektualitas NU yang sangat beragam," ujar lelaki kelahiran Surabaya ini.

Ketika ditanyakan mungkinkah NU memiliki kearsipan sendiri, dia mengatakan bisa saja itu dilakukan, tetapi membutuhkan dana yang besar, ketelitian dan investasi yang mahal. Namun, secara tekhnis bisa dilakukan, sepanjang bisa dikelola dengan baik dan mengerti bagaimana mengelolanya. "Bisa saja NU melakukan itu, karena ada juga beberapa lembaga swasta yang melakukan fungsi-fungsi kearsipan, seperti indoarsip dan lainnya," katanya.

Namun dia juga mengingatkan apabila tradisi tulisan sudah dimulai dikembangkan maka perlu dicarikan solusi untuk mengelolanya dengan baik dan benar sehingga secara tekhnis mudah ditemukan dan informasi yang penting dapat dilestarikan dengan baik.

Dalam diskusi kedua dari empat diskusi yang direncanakan oleh NU Online, terungkap lebih dari 25 km data berupa kertas jika dijejer memanjang, 1 juta data photo, ribuan data dalam bentuk CD, mikro film, kaset dan jutaan data lain yang terkumpul sejak  tahun 1602-2005 yang dimiliki Arsip Nasional Republik Indonesia. (cih)


Terkait