Daerah

Budaya Banyumas Beri Andil Pembangunan Budaya Kerakyatan 

Selasa, 22 Oktober 2019 | 09:30 WIB

Budaya Banyumas Beri Andil Pembangunan Budaya Kerakyatan 

Seminar nasional: Mahasiswa sebagai Agent of Change dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Berlandaskan Budaya Lokal. Kegiatan dipusatkan di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Miftahul Huda Rawalo Banyumas. (Foto: NU Online/Imam Kusnin Ahmad)

Banyumas, NU Online
Musuh bersama (common enemy) mahasiswa dan semua kalangan saat ini adalah melawan kemalasan untuk membaca dan menulis. Lebih luasnya penguasaan tentang literasi.
 
Hal itu ditegaskan oleh Ahmad Tohari, budayawan Banyumas pada seminar nasional: Mahasiswa sebagai Agent of Change dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Berlandaskan Budaya Lokal. Kegiatan dipusatkan di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Miftahul Huda Rawalo Banyumas, Senin (21/10).
 
Karenanya lanjut Ahmad Tohari, mahasiswa harus memahamai dengan baik literasi budaya Indonesia yang tidak tercerabut dari akar budaya lokal. 
 
“Budaya lokal berkontribusi cukup signifikan bagi kebudayaan nasional termasuk budaya Banyumasan,” kata Tohari.
 
“Kebudayaan adalah segala hal yang menyangkut cipta, rasa dan karya manusia dan bersifat dinamis. Karenanya yang terpenting dari kebudayaan adalah orientasinya. Dan orientasi budaya Banyumas itu adalah populis atau kerakyatan,” papar pria asli Jatilwang Banyumas tersebut. 
 
Tohari memandang urusan kerakyatan itu adalah sumbangan yang kontributif untuk bangsa. 
 
“Banyumas mempunyai andil pada pembangunan yaitu budaya kerakyatan atau populisme,” ungkapnya.
 
Ruchman Basori, Kasubdit Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI mengatakan kehadiran mahasiswa untuk menjawab masalah-masalah keagamaan dan kebangsaan sangat dinanti oleh publik. 
 
“Mahasiswa dulu turun ke jalan sebagai bentuk kepedulian sosial-politiknya, namun hari ini di era revolusi industri 4.0 perlu menata ulang mengimplemntasikan gerakan mahasiswa,” kata aktivis mahasiswa tahun 1998 ini.
 
Mantan Ketua I Senat Mahasiswa IAIN Walisongo ini memaparkan generasi mahasiswa milenial bisa berkarya dengan cara-cara yang inovatif dan menghasilkan hal yang berguna  bagi masyarakat luas. 
 
“Tantangan lain generasi mahasiswa zaman now adalah memanifestasikan sifat kritisnya tidak hanya mengkritik, tetapi harus menjadi bagian dari problem solver,” katanya.
 
Dalam pandangannya, gerakan politik mahasiswa tidak bisa dimaknai hanya dalam satu prespektif saja. Yang penting goalnya adalah memperjuangankan kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan rakyat.
 
Umniatul Labiba Ketua STIQ Miftahul Huda mengatakan kemampuan literasi mahasiswa di tengah persaingan global sangat penting agar mampu menjawab masalah yang berkembang di masyarakat.
 
Seminar nasional diikuti kurang lebih 300 mahasiswa berasal dari internal mahasiswa STIQ Miftahl Huda Banyumas, UNU Purwokerto dan sejumlah mahasiswa lain di Banyumas serta para santri. Turut hadir Pangasuh Pesantren Miftahul Huda, KH Zaini Ilyas, KH M Habib Mahfudz, KH Hanan Masykur, KH Ulul Albab, Wakil Ketua STIQ Bidang Kemahasiswaan Nur Syahidin, para dosen dan civitas akademika lain.
 
 
Pewarta: Imam Kusnin Ahmad
Editor: Ibnu Nawawi