Daerah

Fatayat DKI Bincang Proyek Megapolitan

Sabtu, 27 Mei 2006 | 05:13 WIB

Jakarta, NU Online
“Megapolitan sebuah keniscayaan atau keterpaksaan?” Begitu tema doalog publik yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Fatayat NU DKI Jakarta di gedung PBNU, Sabtu (27/6), dalam rangka menyambut Hari Lahir ke-56 Fatayat NU. Tema itu sekaligus pancingan untuk nara sumber dan para peserta untuk menciptakan dialog yang bersemangat.

”Kami tidak bermaksud menjawab atau mencari jawaban itu lewat dialog publik ini. Pertanyaan itu cuma pancingan. Karena kami hidup di DKI dan kami pikir tema yang paling penting dan masih dalam pro-kontra di wilayah DKI adalah soal megapolitan. Kami ingin memperoleh masukan sekaligus memberikan usulan terkait megapolitan tersebut,” kata Ketua Umum Fatayat DKI Jakarta Karimah Hamid di sela-sela dialog.

<>

Hadir sebagai pembicara dalam dialog itu Sarwono Kusumaatmaja, anggota DPD dari DKI Jakarta yang sekaligus disebut-sebut sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada Langsung 2007 mendatang. Hadir juga Budi AF dari Pranata Universitas Indonesia yang juga sebagai salah seorang perumus RUU Megapolitan, dan Mansyur Syairozi, Ketua F-KB DPRD DKI Jakarta.

Megapolitan diharapkan menjadi solusi dari semua problem yang ada di ibu kota Jakarta. Praksis bahwa di siang hari 3 sampai 12 juta penduduk dari Propinsi Banten dan Jawa Barat kota Jakarta memadati kota Jakarta untuk mengais pekerjaan. Konsep besar megapolitan ini mengusulkan dibentuknya satu kementrian khusus, katakanlah menteri megapolitan, yang membawai gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat untuk urusan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

”Secara riil megapolitan ini sebenarnya sudah dikerjakan. Kami tidak berpretensi untuk masuk dalam wilayah pro atau kontra. Yang terpenting apakah rencana itu dapat meningkatkan kesehatan atau mutu dan kemudahan pendidikan. Fatayat telah memberikan masukan kepada pemerintah DKI melalui beberapa forum, dan dialog publik ini adalah salah satu upaya kami untuk itu,” kata Karimah Hamid.

Konsep megapolitan ini konon digelontorkan pertama kali oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Karimah Hamid yang juga pemimpin sala satu majelis ta'lim di Jakarta itu mengatakan, megapolitan sudah dijalankan di beberapa negara yang mempunyai problem seperti di ibukota negara Jakarta, termasuk di Amerika. "Namun, untuk Indonesia konsep megapolitan perlu pembahasan yang lebih serius," katanya. (nam)