Surabaya, NU Online
KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur merupakan Presiden Indonesia keempat yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sosok Gus Dur dilahirkan pada 7 September 1940 dan wafat pada 30 Desember 2009. Kelahirannya banyak diperingati di sejumlah kawasan sebagai bukti kecintaan dan kerinduan akan sosok dan kiprahnya.
Sebagai sosok yang dikenal sebagai bapak pluralitas Indonesia, Gus Dur juga dirindukan oleh penganut agama lain, termasuk Katolik. Bahkan Romo Fransiscus Hardi Aswinarno, mengaku Gus Dur adalah tokoh yang sangat inspiratif.
“Gus Dur itu orangnya sangat bijaksana, dia orang yang mengagumkan. Meskipun menjabat sebagai presiden, bukan militeristik,” kata Romo Kepala di Gereja Katolik Paroki Surabaya ini, Ahad (8/9).
Pernyataan dari Romo Kepala Geraja itu bukan tanpa fakta. Pasalnya, hanya satu presiden yang pernah berkunjung ke gerejanya tersebut hingga saat ini, yakni ketika Gus Dur masih menjabat sebagai presiden.
“Hanya Gus Dur yang ke sini. Jadi setelah Gus Dur itu meresmikan masjid sebelah (masjid nasional Al-Akbar Surabaya, red), dia langsung ke sini untuk meresmikan gereja ini di hari yang sama,” kenangnya.
Tidak hanya itu, hubungan Gus Dur dengan umat Katolik juga dibuktikan dengan pengangkatan Romo Eko Budi Susilo yang nota bene merupakan Wakil Uskup di Indonesia sebagai anggota dari keluarganya.
“Jadi, Gus Dur itu orangnya memang benar-benar orang ramah, pluralismenya tidak perlu diragukan lagi, ini wakil uskup kami sudah diangkat sebagai keluarga. Kami kagum kepadanya dan kami sangat merindukannya,” ungkap kepala gereja berdarah Jawa tersebut.
Lebih dari itu, ia menganggap bahwa Nahdlatul Ulama (NU) dan Katolik merupakan wadah agama yang sama-sama menekankan toleransi terhadap para pengikut. Pasalnya Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari banyak suku dan agama.
“Kami umat Katolik dengan NU kalau berbicara soal nusantara, sama. Kami adalah saudara sesama manusia, dan kami sama-sama tidak menyukai kekerasan. Kami cinta damai sama dengan NU dengan Islam Nusantaranya,” paparnya.
Kerinduannya terhadap sosok Gus Dur sampai saat ini terus tertanam dengan merindukan pemimpin Indonesia bisa mewarisi semangatnya dalam berbangsa dan beragama, utamanya dalam segi pluralisme.
“Rindu sosok seperti Gus Dur sebagai presiden, tentunya ada. Dan semangat perjuangannya sudah tertanam dalam diri anak-anaknya,” tandasnya.
Pewarta: Ali Ya’lu
Editor: Ibnu Nawawi