Daerah JELANG MUKTAMAR KE-33 NU

NU Cirebon: Ahlul Halli wal Aqdi itu Demokrasi Nahdliyah

Senin, 8 Juni 2015 | 14:01 WIB

Cirebon, NU Online
Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) Cirebon menyatakan sepakat pada mekanisme pemilihan Rais Aam PBNU yang bermuara pada supremasi syuriyah NU. Pilihannya jatuh pada penerapan Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) sebagai proses pemilihan Rais Aam PBNU oleh dewan kiai khos pada Muktamar ke-33 NU dan muktamar NU selanjutnya.
<>
"KBNU Cirebon mendukung penuh dan siaga berada di garda terdepan untuk mengawal penerapan AHWA sebagai sistem pemilihan kepemimpinan NU mendatang, dimulai dari Muktamar ke-33, 1-5 Agustus 2015 besok di Jombang," kata KH Marzuki Wahid, perwakilan NU Cirebon kepada sejumlah awak media di Kantor PCNU Kota Cirebon, Senin (8/6).

Persiapan Muktamar ke-33 NU yang direncanakan digelar di Jombang pada Agustus 2015 ini, sudah memasuki pembahasan mekanisme pemilihan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mekanisme ini rencananya akan ditetapkan pada Musyawarah Nasional (Munas) NU pada 14-15 Juni 2015 di Jakarta.

AHWA, menurut Marzuki, merupakan mekanisme pemilihan yang dipandang lebih layak untuk diterapkan dalam Muktamar NU. Hal ini dapat menghilangkan potensi politis dan saling olok antarpendukung tokoh yang dicalonkan.

"AHWA bagi kami adalah demokrasi ala NU, demokrasi nahdliyyah, atau musyawarah mubarakah yang telah lama dipraktikkan oleh para kiai dan nyai-nyai NU dalam setiap Muktamar jauh sebelum diterapkan pemilihan langsung model demokrasi liberal, yang berprinsip one man one vote," katanya.

Sementara mengenai apakah mekanisme AHWA bisa mengurangi hak politik warga NU atau tidak, Kiai Marzuki menjawab bahwa hak politik warga NU bisa dilibatkan dalam penentuan para tokoh kiai yang akan dijadikan sebagai anggota AHWA.

"Sebab, siapa yang berhak untuk menjadi anggota AHWA ditentukan oleh warga dan pengurus NU sesuai dengan tingkat kepengurusannya," kata Marzuki.

Sebelumnya, banyak beredar kabar bahwa sekelompok warga NU menolak pemberlakuan AHWA karena dianggap sebagai kemunduran nilai demokratis. Namun di sisi lain, AHWA merupakan tradisi pemilihan pengurus NU yang pernah diterapkan orang-orang shaleh. (Sobih Adnan/Alhafiz K)