Bandar Lampung, NU Online
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya media sosial, saat ini membuat masyarakat berinteraksi secara mudah. Komunikasi melalui media ini ternyata tidak serta-merta membawa kemanfaatan bagi masyarakat, tapi ada sisi kemudaratannya.
Menurut Wakil Ketua Tanfidziyyah PWNU Prof. Aom Karomani, komunikasi melalui media sosial sangat rawan terjadi miskomunikasi atau kesalahpahaman.
"Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 7 persen dari komunikasi verbal yang berpengaruh terhadap efektivitas sebuah komunikasi.Sekitar 93 persen dipengaruhi oleh komunikasi nonverbal yang meliputi gesture, tatapan mata, dan aspek non erbal lainnya," kata dosen FISIP Universitas Lampung ini, Ahad (7/1).
Ia mengingatkan bahwa komunikasi langsung dengan tatap muka serta melibatkan unsur nonverbal saja bisa masih mampu memunculkan kesalahpahaman. Apalagi komunikasi via media sosial yang dalam aktivitasnya tidak melibatkan gesture, mimik muka, intonasi suara dan unsur nonverbal lainnya.
Ia menilai di situlah letak kekurangan komunikasi via media sosial dan perlu diperhatikan oleh para pengguna jejaring sosial.
"Keagungan Allah AWT menciptakan mimik muka manusia mampu menunjukkan apa yang ada dalam bathin seseorang apakah berbicara jujur atau bohong. Namun perkembangan teknologi menggeser segalanya," kata Ahli Bidang Komunikasi ini di kediamannya, di Bandarlampung.
Untuk menghindari efek negatif dari munculnya miskomunikasi yang mengarah kepada perpecahan dan pertikaian, ia mengingatkan agar dalam berkomunikasi harus memahami secara utuh maksud dan keinginan dari yang diajak berkomunikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memahami unsur nonverbal dan melakukan tabayun secara mendalam. (Muhammad Faizin/Abdullah Alawi)