Lviv, NU Online
Bersama dengan ratusan Muslim Tatar yang ketakutan, Ismail Ayubov memutuskan untuk meninggalkan rumahnya di Crimea bersama dengan istri dan dua orang anaknya, mengingat ketidakpastian masa depan setelah aneksasi oleh Rusia.<>
“Situasi bisa sangat berbahaya bagi Muslim di Rusia,” kata Ayubov kepada situs World Crunch, Selasa (13/5).
“Saya takut dengan milisi bersenjata,” tambah seorang laki-laki, Enver Mohammed.
Terdapat sekitar 300 ribu minoritas Muslim di Krimea, yang mewakili kurang dari 15 persen populasi yang berjumlah 2 juta, yang menentang aneksasi Rusia ke wilayah tersebut.
Rusia melakukan aneksasi setelah referendum yang dilakukan di awal Maret, dengan hasil keputusan 96 persen masyarakat setuju bergabung dengan Rusia. Komunitas Tatar memboikot referendum tersebut yang menolak penyelenggaraan referendum dibawah todongan senjata serdadu Rusia.
Setelah aneksasi Rusia, ketakutan Muslim Tatar meningkat atas kemungkinan hilangnya kebebasan dan ingatan akan pengusiran dan tuntutan yang mereka hadapi pada 1944.
Selain itu, pemerintahan sementara Krimea menolak pemimpin Muslim Tatar, Mustafa Dzhemilev, ketua majelis Tatar, selama lima tahun atas kritik yang dilakukan terhadap Rusia, menjadi tambahan perhatian bagi kalangan Muslim.
Jaksa Agung Krimea, Natalia Poklonska mengancam akan membubarkan majelis dan mengajukan tuntutan kriminal atas para demonstran.
Menghadapi masa depan yang tidak pasti, ratusan orang Tatar meninggalkan rumah mereka menuju wilayah barat Ukraina di kota Lviv.
“Banyak yang tidak ingin meninggalkan kehidupan mereka di belakang,” kata Muhammad, 28 tahun.
“Referendum ini adalah lelucon,” tambahnya.
Kehidupan baru
Setelah pergi dari kampung halaman, orang-orang Tatar tersebut membentuk kelompok-kelompok untuk mendukung para pendatang baru di Lviv.
“Rusia mungkin ingin melindungi minoritas, tetapi mereka hanya berpura-pura,” kata Alim Aliev, pemuda 25 tahun yang sudah tinggal di Lviv selama lima tahun dan saat ini memberi dukungan pada para pengungsi Tatar.
Bersama dengan 60 aktifis lainnya, dia membantu mencarikan tempat tinggal, mengumpulkan uang dan membantu mengisi formulir yang diperlukan.
Mereka tidak hanya membantu pengungsi Muslim. Ketika milisi merebut ibukota Krimea Simferopol, mereka membuat halaman Facebook SOS Krimea.
Suku Tatar yang telah mendiami Krimea selama berabad-abad diusir dari tempat tinggalnya oleh Stalin pada Mei 1944, yang menuduh mereka berkolaborasi dengan Nazi.
Populasi keseluruhan Tatar, lebih dari 200 ribu orang, dipindahkan dalam kondisi mengenaskan ribuah mil ke Uzbekistan dan lokasi-lokasi lainnya, banyak yang meninggal di perjalanan atau setelah tiba di lokasi baru.
Uni Soviet menyita rumah mereka, menghancurkan rumah mereka dan mengubahnya menjadi gudang, satu dirubah menjadi museum atheisme.
Sampai masa munculnya perestroika pada akhir 1980-an, sebagian besar orang Tatar baru diizinkan kembali, dan migrasi terus berlanjut setelah Ukraina menjadi merdeka setelah keruntuhan Soviet pada 1991.
Menghidupkan kembali pengalaman pengasingan yang sama, kondisi masih sulit bagi banyak Muslim Tatar untuk membuat kehidupan baru di Lviv.
Sebagai warga negara Ukraina, orang Tatar tidak diperlakukan sebagai pengungsi menurut ketentuan konvensi Jenewa.
Untuk memenuhi kehidupan, orang Tatar Krimea membuka kios dan toko, kata Aliev.
“Satu keluarga bahkan menjalankan bisnis kafe di pusat kota,” tambahnya.
Ketiadaan masjid di Lviv menjadi problem tersendiri bagi para pendatang baru tersebut, berdoa agar bisa kembali ke rumah mereka dibawah hukum Ukraina. (onislam.net/mukafi niam)
Terpopuler
1
Ustadz Maulana di PBNU: Saya Terharu dan Berasa Pulang ke Rumah
2
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
3
Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Berbuat Baik Kepada Sesama
4
Puluhan Alumni Ma’had Aly Lolos Seleksi CPNS 2024
5
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
Terkini
Lihat Semua