Tangerang Selatan, NU Online
Umumnya, Muslim di seluruh dunia menjalankan shalat tarawih sebanyak delapan atau 20 rakaat. Akan tetapi, Muslim Yaman menjalankan shalat tarawih sebanyak 100 rakaat.
"Bisa sampai 100 rakaat tarawih," ujar A'wan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Yaman, Taufan Azhari kepada NU Onlinedi Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (23/5).
Hal itu bisa terjadi, kata Taufan, karena masjid-masjid di Kota Tarim, Yaman, menggelar tarawih di waktu yang berbeda. Jadwal tarawih tersedia sejak setelah isya sampai menjelang sahur. Adapun shalat tarawih di masjid-masjid Yaman dilaksanakan 20 rakaat.
Para pelajar Indonesia dengan niatan ngalap (berharap) berkah, melakukan shalat tarawih hingga di lima masjid berbeda. "(Tarawihnya) dari masjid satu ke masjid lain," katanya.
Demikian ini, jelasnya, mengikuti laku Habib Salim Asy-Syathiri. Karena perbedaan jadwal itu juga, masyarakat Yaman bisa memilih untuk tarawih di sana. "Anak Indonesia nggak sedikit yang tabarrukan di masjid-masjid sampai bertarawih 100 rakaat sebagaimana Habib Salim Asy-Syathiri pernah melakoninya," ceritanya.
Tarawih di masjid di sana khataman di tanggal ganjil pada sepuluh akhir Ramadhan. Hal ini, menurutnya, diikuti oleh ribuan orang.
Masakan Indonesia
Di Yaman, Muslim berpuasa sekitar 14 sampai 15 jam. Mereka biasanya membuka ifthar dengan kurma, jajanan ringan, sambosa, bakhomri, baqiyah. Sementara minumannya sirup, air putih, dan air dingin. Makan besarnya selepas isya. Adapun sahur, nasi samin menjadi sajiannya dengan lauk ikan dan ayam.
"Asya-nya itu setelah isya," ujarnya.
Di samping itu, masyarakat Indonesia lebih suka membuat masakan sendiri. Bahkan, kata Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman itu menuturkan bahwa sambel Indonesia sudah terkenal mengingat sowahiq, sambal asli Arab, hanya gilingan tomat atau cabai saja.
"Sejak kedatangan orang Indonesia terutama pelajar yang suka masak, sambel terasi, dan lain-lain jadi dikenal," kisahnya.
Karena itu juga, katanya, orang Indonesia dikenal suka pedas. Pun dengan rekan si sambel, yakni bakwan. Karena kenikmatannya, banyak di antara mereka yang belajar masak.
"Malah orang Arab banyak yang belajar masak sama orang Indonesia," pungkas alumni Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, itu. (Syakir NF/Kendi Setiawan)