Ketum PBNU Dorong sejumlah Tokoh Gali Nilai Luhur Agama demi Peradaban Dunia
Jumat, 16 Juni 2023 | 08:00 WIB
Surabaya, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf mendorong seluruh tokoh agar nilai luhur agama terus digali demi peradaban dunia. Dari mulai harmoni, merdeka, damai, hingga keadilan sosial sembari mengutip Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
“Semoga nilai-nilai itu akan memberikan kontribusi bagi peradaban mendatang,” kata Gus Yahya pada acara sosialisasi ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC), Kamis (15/06/2023). Kegiatan itu dipusatkan di Hotel Shangri-la, Surabaya, dan dihadiri sejumlah tokoh agama di Jawa Timur dan Indonesia Timur.
Upaya itu penting terus digelorakan karena Indonesia punya warisan budaya yang kuat di Nusantara, khususnya lewat nilai toleransi dan harmoni. Bahkan, dengan ini sejumlah kerajaan di Indonesia di masa lalu bisa bertahan dalam waktu yang sangat lama.
“Kerajaan Sriwijaya bisa bertahan hingga 7 abad lamanya dan mempersatukan seluruh Nusantara dalam jaringan perdagangan dengan tetap menoleransi perbedaan politik,” kata Gus Yahya.
Sriwijaya, kerajaan yang bersendi ajaran dan nilai filosofis Buddha berada di Sumatera Selatan. Ia merupakan kerajaan besar yang mengandalkan kekuatan maritim yang hegemonik di Nusantara. Kedudukannya di tepian Sungai Musi Palembang.
Namun setelah berkuasa selama tujuh abad, kerajaan ini runtuh. Runtuhnya kerajaan dikarenakan pasukan maritimnya melemah sehingga gagal mempertahankan konsolidasi kawasan. Kenapa kekuatan maritimnya melemah?
“Karena sedimentasi di muara Sungai Musi sehingga kapal besar tak bisa keluar-masuk,” ujarnya.
Tak hanya Sriwijaya, sedimentasi itu terjadi pada kerajaan Majapahit yang mengandalkan Sungai Brantas. “Semua itu runtuh gara-gara sedimentasi sungai,” kata Gus Yahya.
Gus Yahya melanjutkan, bangsa Indonesia lewat kerajaan Majapahit juga pernah mempunyai warisan yang demikian luhur yakni Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Bahwa, dengan semboyan ini Majapahit lebih menghargai perbedaan dan bukan sebagai negara agama.
Dengan komitmen tersebut, dalam perkembangannya, kerajaan Majapahit tidak pernah mempersoalkan identitas agama bagi seleksi kepemimpinan. Bahkan tidak sedikit kerajaan di bawahnya terutama di kawasan Jawa yang dipimpin kalangan muslim. “Dan, hal tersebut tidak dipersoalkan oleh kerajaan Majapahit,” tegas Gus Yahya.
Sedimentasi Sungai
Karena sungai pernah menjadi kekuatan maritim, Gus Yahya mengaku tertarik dengan gagasan pengerukan sedimentasi di sejumlah sungai besar. Pengerukan itu menjadi penting karena sejarah mencatat, sungai-sungai besar itu pernah menjadi kekuatan peradaban di Nusantara.
Gus Yahya mengaku pernah menceritakan gagasannya ini kepada seorang environmentalis (ahli lingkungan). Namun sang environmentalis mengaku khawatir jika pengurukan sungai itu akan merusak biota yang ada di dalamnya.
“Lha rusak kalau sungainya dipaculi (dicangkul). Kalau pakai teknologi modern kan enggak rusak,” Gus Yahya menjawab sang ahli lingkungan itu disambut geer peserta yang hadir.
Pewarta: A Habiburrahman
Editor: Yulia Novita Hanum, Syamsul Arifin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua