Ketenagakerjaan

Indonesia-Malaysia Sepakat Perbaharui Kerja Sama Sistem Penempatan Pekerja Migran

Jumat, 23 Juli 2021 | 14:30 WIB

Indonesia-Malaysia Sepakat Perbaharui Kerja Sama Sistem Penempatan Pekerja Migran

Indonesia-Malaysia sepakat perbaharui kerja sama Sistem Penempatan Pekerja Migran

Jakarta, NU Online
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia sepakat untuk menugaskan pejabat tinggi dari kedua negara guna membahas lebih lanjut secara teknis mengenai konsep One Channel System yang telah disepakati oleh kedua Pemimpin Negara.

 

Kesepakatan tersebut dicapai setelah dilakukannya pertemuan bilateral kedua negara pada hari ini, Jumat (23/7), dalam rangka pembahasan draf nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) on the Recruitment and Employment of Indonesian Domestic Migrant Workers in Malaysia yang disampaikan Pemerintah Indonesia sejak  bulan September 2016 mengalami stagnasi.

 

"Usulan Pemerintah RI terkait konsep One Channel System dan pengklasifikasian jabatan masih perlu dibahas lebih teknis oleh kedua negara. Hal inilah yang mengakibatkan pembahasan draf pembaharuan MoU Domestik Indonesia – Malaysia memakan waktu  cukup lama," ujar Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi saat memimpin Delegasi Pembahasan MoU Employment and Protection of Domestic Workers in Malaysia secara virtual pada hari ini.

 

Berkenaan dengan lamanya progress pembahasan draf MoU tersebut, Anwar Sanusi mengatakan secara virtual  Pemerintah RI (Kemnaker, Kemlu, Perwakilan RI,  dan BP2MI) melakukan pertemuan virtual dengan Pemerintah Malaysia (Kementerian Sumber Manusia Malaysia/KSM dan Kemlu) guna mendiskusikan hal-hal yang menjadi pending issues selama ini dalam pembahasan draf pembaharuan MoU Domestik Indonesia – Malaysia.

 

Anwar Sanusi mengungkapkan ada tujuh poin penting yang dibahas oleh perwakilan Indonesia dan Malaysia dalam pertemuan menyangkut kerja sama bilateral Indonesia dan Malaysia.

 

Pertama, Konsep One Channel System (OCS). Ide dasar dari One Channel System adalah untuk mengurangi biaya penempatan dan menyederhanakan prosedur penempatan, sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku di kedua negara. 

 

Hal tersebut mencakup penggunaan suatu sistem online yang menyediakan basis data terkait permintaan pekerjaan, pemberi kerja, dan ketersediaan tenaga kerja di sektor domestik," ujar Anwar Sanusi.

 

"Indonesia dan Malaysia akan melakukan integrasi sistem IT untuk implementasi OCS, serta akan melakukan pertemuan teknis guna membahas proses bisnis OCS," katanya.

 

Kedua, Konsep One Maid One Task. Dalam konsep ini. Malaysia mengusulkan agar 1 orang PMI domestik akan bekerja pada satu keluarga dengan jumlah anggota keluarga maksimal 6 orang. "Deskripsi pekerjaan PMI tersebut akan tertera secara rinci dalam dokumen perjanjian kerja," katanya.

 

Ketiga, standar minimum gaji bagi pekerja migran Indonesia (PMI) sektor domestik di Malaysia. "Indonesia mengusulkan agar standar minimum gaji bagi PMI sebesar RM 1,500," ujar Anwar Sanusi.

 

Keempat, asuransi bagi pekerja PMI sektor domestik di Malaysia. Malaysia telah mengamandemen aturan terkait asuransi sehingga kepesertaan asuransi juga mencakup pekerja migran sektor domestik.

 

Kelima, perpanjangan izin kerja dan kontrak kerja. Malaysia saat ini memiliki program REKALIBRASI sehingga pemberi kerja bisa mendaftarkan pekerja migrannya yang berstatus illegal untuk memperoleh izin kerja sehingga pekerja migran tersebut dapat berubah status menjadi pekerja legal. Lebih lanjut, Pemri meminta agar ada tindakan tegas dari Pemerintah Malaysia kepada para pemberi kerja di Malaysia  yang secara sengaja mempekerjakan PMI Domestik secara ilegal.

 

Keenam, pemeriksaan kesehatan PMI
Indonesia mengusulkan agar pemeriksaan kesehatan dilakukan hanya satu kali, yaitu sebelum keberangkatan ke Malaysia untuk mengurangi beban biaya penempatan. 

 

"Mengingat saat ini pemeriksaan kesehatan dilakukan dua kali, yaitu sebelum keberangkatan ke Malaysia dan setelah ketibaan PMI di Malaysia," ujar Anwar Sanusi.

 

Ketujuh, akses kekonsuleran. Malaysia menjamin bahwa Perwakilan RI memiliki akses kekonsuleran kepada PMI di Malaysia dan Indonesia meminta agar klausul terkait akses kekonsuleran tetap masuk ke dalam draf MoU.