Jakarta, NU Online
Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia terus berkomitmen mensukseskan upaya restorasi di kawasan Gambut di 7 provinsi, antara lain di Jambi, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Papua.Â
Kepala BRG RI, Nazir Foead menjelaskan, sejak dibentuk tahun 2016 lalu, BRG tancap gas melakukan berbagai kegiatan yang menjurus pada penyembuhan lahan gambut yang sudah lama tidak direstorasi.
"Tugas BRG tentu tidak mudah, mengembalikan kembali ekosistem gambut membutuhkan waktu yang lumayan panjang terlebih menyadarkan masyarakat agar tidak berulah dan mengakibatkan lahan gambut rusak parah," jelasnya kepada NU Online, Senin (13/5).
Selain itu, banyaknya pihak yang terlibat dalam penggunaan kawasan gambut seperti petani, pemerintah daerah, dan pemegang konsensi menjadi tantangan positif yang harus dilalui. Untuk itu, BRG berkomitmen menjalin kerjasama yang baik dan melibatkan berbagai pihak untuk ikut serta menyehatkan gambut yang sudah rusak tersebut.
Dijelaskan, dari target 2,7 juta haktare kawasan yang akan direstorasi, 2/3 lebih berada di pemegang konsesi. BRG kata Nazir kemudian menghadirkan program supervisi dan asistensi di perusahaan-perusahaan sawit. Program tersebut dilakukan BRG bersama Dirjen Perkebunan pada Kemeterian Pertanian RI.
Awalnya BRG merasa khawatir pihak perusahaan kebun sawit terganggu dengan kehadiran BRG dan sejumlah program yang akan dilakukan. Namun, atas berbagai pertemuan yang menghadirkan pakar pertanian dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia kekhawatiran itu tidak terjadi.
"Dalam pelaksanaannya tahun ini kita banyak melakukan supervisi dan asistensi di HGU-HGU atau perkebunan sawit bersama mitra perusahaan dan juga tentunya dengan Kementerian Pertanian Dirjen Perkebunan sudah berjalan sekitar 70 persen dari target 2019 masih banyak target yang harus kita capai di 2019 dan 2020," ujarnya.
Seperti diketahui, gambut merupakan hamparan yang terbentuk dari timbunan material organik yang berasal dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan. Semuanya menumpuk sejak ribuan tahun hingga membentuk endapan yang tebal.
Pada umumnya, gambut berada di area genangan air, seperti rawa, cekungan antara sungai maupun daerah pesisir. Gambut yang terbentuk di atas tanah liat atau lempung relatif lebih kayak mineral dibanding gambut di atas pasir.
Berdasarkan data yang diolah BRG, setiap lapisan gambut dari permukaan terluar hingga terdalam dapat menyerap gas karbon. Meski hanya mengisi 3 persen dari luas daratan bumi, lahan gambut dapat menyimpan 550 gigaton karbon. Jumlah tersebut setara dengan 75 persen karbon yang ada di atmosfer atau dua kali jumlah karbon yang dikandung seluruh hutan non gambut.
Selain itu, di Indonesia lahan gambut berfungsi sebagai pintu air alami, padat akan serat. Lahan gambut dapat menyerap air sebanyak lima sampai belas kali bobot keringnya.
Pada musim hujan ekosistem gambut menghalau aliran air sehingga tidak membanjiri daerah sekitar. Sementara pada musim kemarau gambut berfungsi cadangan air bagi lahan dan warga sekitar. (Abdul Rahman Ahdori/Muiz)