Nasional

3 Alasan Nyai Sinta Pilih Gelar Sahur Keliling bersama Kaum Duafa

Kamis, 6 Maret 2025 | 10:00 WIB

3 Alasan Nyai Sinta Pilih Gelar Sahur Keliling bersama Kaum Duafa

Penyerahan lukisan kepada Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dari Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari Kiai Syamsul Azhar, Rabu (5/3/2025). (Foto: dokumentasi pesantren)

Tegal, NU Online

Nyai Sinta Nuriyah Wahid kembali menjalankan sahur keliling pada Ramadhan 1446 H. Kegiatan ini sudah dijalaninya selama 25 tahun sejak ia mendampingi KH Abdurrahman Wahid sebagai presiden Republik Indonesia.


Nyai Sinta setidaknya menyampaikan tiga alasan ia memilih melakukan sahur bersama duafa ketimbang buka bersama. Pertama, kebersamaan dengan duafa karena keinginannya untuk bisa belajar tentang perjuangan hidup.


"Saya ingin belajar dari kaum duafa, tentang makna dan hakikat hidup. Bagaimana kaum duafa memperjuangkan dan mempertahankan hidupnya dan berpuasa sebaik-baiknya," katanya saat Sahur Keliling bersama duafa di Pondok Pesantren (Ponpes) Hasyim Asy’ari, Karangjati, Kecamatan Tarub, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu (5/3/2025). 


Di samping itu, ia juga menyampaikan bahwa sahur bersama dilakukan karena itulah waktu terbaik untuk berdoa.


"Tujuan saya yang lain adalah mengetuk saudara Muslim untuk bersama membuka pintu langit yang waktunya adalah sepertiga malam," katanya.


Hal lain yang ia maksudkan dari kegiatan sahur bersama adalah untuk menghapus alasan orang tidak berpuasa, seperti tertidur atau tidak sahur.


"Agar tidak ada lagi halangan saya tidak puasa karena tadi malam ketiduran, tidak sahur. Alasan itu ingin saya hilangkan," ujarnya.


Dalam kesempatan tersebut, Nyai Sinta juga menekankan bahwa puasa harus bersifat revolusioner sebagaimana ditegaskan Al-Qur'an. Hal tersebut ia sampaikan 


"Puasa yang sifatnya revolusioner. Artinya bisa mengubah sikap, badan, jiwa dari orang yang berpuasa dari belum baik menjadi lebih baik," katanya.


Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Kiai Syamsul Azhar menyampaikan bahwa KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) karib dengan ayahnya, KH Abdullah Jamil, sejak tahun 1990-an. Di tahun-tahun tersebut, ayahnya turut membersamai Gus Dur, KH Abdullah Abbas Buntet, dan KH Fuad Hasyim Buntet dalam berbagai momentum. Bahkan Gus Dur meresmikan pesantren tersebut pada tahun 2008.


"Gus Dur mengatakan sekalipun saya hadir tahun 2008, tapi keinginan kami untuk hadir di sini jauh sebelum pesantren ini berdiri," katanya.


Bupati Tegal H Ischak Maulana Rohman dalam kesempatan itu menyatakan dukungannya terhadap kegiatan ini. “Ini contoh nyata bagaimana nilai-nilai Ramadan diwujudkan dalam aksi sosial. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua,” pungkasnya.


Pembawa acara Zaki Mubarok dalam pengantarnya menyampaikan apresiasi atas partisipasi aktif seluruh pihak yang terlibat. “Malam ini kita berkumpul bukan hanya untuk berbagi santap sahur, tetapi juga merajut silaturahmi sebagai sesama anak bangsa,” ujarnya, disambut tepuk tangan meriah para undangan.  


Acara tersebut dihadiri sekitar 240 peserta dari beragam latar belakang, mulai dari santri, kaum duafa, hingga pejabat daerah. Turut hadir Bupati Tegal H Ischak, Anggota DPRD Jawa Tengah H Abdul Aziz, Anggota DPRD Kabupaten Tegal Catur Buana Zanbika, Koordinator Wilayah Sahur Bersama Nyai Sinta Nuriyah K Nemi Mu'tashim Billah, Koordinator Gusdurian Tegal H Khairu Saleh, Ketua Dewan Kebudayaan Tegal Ki Haryo Susilo, serta sejumlah tokoh masyarakat setempat. Kehadiran mereka menegaskan komitmen bersama dalam mendukung kegiatan sosial yang inklusif.