Nasional MUKTAMAR KE-33 NU

Aktivis Perempuan NU Harap Muktamar Bahas Isu Gender

Senin, 3 Agustus 2015 | 04:00 WIB

Jombang, NU Online
Aktivis Perempuan Bangsa Hj Nihayatul Wafiroh mengatakan keterlibatan perempuan (Muslimat NU) dalam muktamar patut diperhatikan para muktamirin. Bagi dia, keterlibatan perempuan, baik di depan layar maupun di belakang, harus diakui keberadaannya dan jangan sampai ditutupi sehingga tidak terliput.
<>
"Ini merupakan bagian penting dari aktualisasi perjuangan nilai-nilai kesetaraan gender. Jangan sekali-kali melupakan perempuan. Karena sampai sekarang—diakui atau tidak—perempuan masih dipandang sebelah mata atau diperlakukan tidak adil," ujarnya saat dihubungi NU Online di Jombang, Ahad (2/8) malam.

Menurut Ning Ninik, sapaan akrabnya, momentum Muktamar ke-33 NU yang digelar di Jombang, 1-5 Agustus 2015 ini tidak bisa melewatkan begitu saja persoalan perempuan. Menjelang muktamar, ribuan jamaah perempuan Nahdliyyin (Fatayat, Muslimat, IPPNU) melantunkan tahlil dan doa bersama demi suksesnya acara muktamar.

"Ini menyiratkan betapa pentingnya perempuan dan betapa perlunya pembahasan tentang persoalan perempuan yang masih tersisa banyak," tandas cucu KH Syafa'at Abdul Ghafur, Pendiri Pesantren Blokagung Tegalsari Banyuwangi ini.

Niha menyebut, isu-isu yang akan dibawa dalam muktamar ini dibagi dalam tiga kategori, yakni Maudlu'iyah (tematik), Waqi'iyyah (kekinian) dan Qonuniyyah (perundang-undangan). Sayangnya, dari tema-tema tersebut, belum terlihat pembahasan tentang persoalan perempuan.

"Bagaimana mungkin perempuan yang mendoakan akan kesuksesan muktamar malah dilupakan? Saya nggak heran jika ada beberapa aktivis Gerakan Perempuan NU yang mendesak agar muktamar juga membahas kejahatan seks terhadap perempuan dan anak," kata Ning Ninik.

Menurut politisi PKB asal Banyuwangi ini, ide tersebut harus diapresiasi mengingat betapa masih banyak kasus kekerasan seks terhadap perempuan dan anak. Selain itu, juga belum adanya gerakan perlawanan masif, terstruktur, dan sistematis atas persoalan ini. "Pemerintah sendiri belum bisa memberikan dan menjamin rasa aman bagi perempuan dan anak," tandasnya.

Niha berharap isu soal perempuan bisa masuk dalam kategori Waqi'iyyah. Komisi Nasional Perempuan dengan tegas menyatakan Indonesia dalam kondisi Darurat Kekerasan terhadap Perempuan. Data Komnas Perempuan tahun 2014 menunjukkan jumlah kasus kekerasan itu sebanyak 293.220.

"Jumlah ini meningkat drastis dibanding tahun 2013 yang hanya 279.688 kasus. Saya rasa, agenda penting terkait kaum hawa harus disuarakan dalam muktamar. Jangan sampai kalah dengan isu-isu lainnya," harapnya. (Musthofa Asrori/Mahbib)