Alissa Wahid Kenang Nasihat Buya Syafii Maarif: Umrah Cukup Sekali Saja
Senin, 30 Mei 2022 | 20:00 WIB
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengenang berbagai nasihat yang pernah disampaikan almarhum Buya Syafii Maarif. Salah satunya nasihat tentang fenomena orang Indonesia yang gemar pergi umrah berkali-kali.
Suatu ketika, Alissa Wahid pernah berada di dalam satu pesawat dengan Buya Syafii bersama rombongan umrah. Alissa mengungkapkan bahwa setiap hari ada 3000 jamaah dari Indonesia yang umrah.
“Lalu beliau menjawab, orang umrah cukup sekali saja. Dia harus ingat tetangga-tetangganya masih banyak yang miskin. Orang Indonesia itu masih banyak yang membutuhkan. Tidak perlu berulang kali (umrah),” ucap Alissa, menarasikan ulang nasihat yang disampaikan Buya Syafii, dalam diskusi bertajuk Jejak dan Warisan Pemikiran Buya Syafii Maarif di Youtube MQFM Jogja (https://youtu.be/qKnmERQ4Dw8), Senin (30/5/2022).
Komentar atau nasihat Buya Syafii tentang umrah itu sangat mengena dan langsung masuk ke hati Alissa Wahid. Sebab, Alissa pernah mencanangkan agar setiap tahun harus pergi umrah. Namun berkat nasihat Buya Syafii, ia pun merevisi keinginannya itu.
“Akhirnya hanya pada saat saya benar-benar butuh untuk berdoa atau punya hajat khusus, baru saya akan umrah. Selain itu, enggak. Lebih baik uangnya ditasarufkan untuk kerja-kerja yang bisa mengangkat kehidupan rakyat,” tutur Alissa, salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Selain itu, Alissa bersama Buya Syafii pernah membincang tentang pemimpin-pemimpin muda NU dan Muhammadiyah agar bisa tersambung serta melakukan kerja bersama. Dengan sigap, Alissa meminta beberapa nama pemimpin muda Muhammadiyah ke Buya Syafii.
“Beliau menyebutkan seperti Najib burhani, Sukidi, itu ada dalam radar Buya. Saya banyak berkomunikasi dengan mereka-mereka,” tutur Alissa.
Alissa mengaku, sosok ketua umum Persyarikatan Muhammadiyah itu banyak memberikan pengaruh positif terhadap berbagai perjalanan hidup yang sedang dihadapi. Misalnya saat hendak bepergian menggunakan pesawat, Alissa kini lebih banyak memilih kelas ekonomi. Tak lain, hal itu berkat keteladanan yang telah dicontohkan oleh Buya Syafii.
“Anak saya tahu, suatu hari pernah berkomentar. Ibu kenapa kalau naik pesawat, kelas ekonomi, padahal punya uang untuk beli tiket bisnis. Saya bilang, malu sama Buya. Karena beliau itu selalu naik yang ekonomi,” ucap Alissa, sembari menahan isak tangis.
Suatu ketika, Alissa dan Buya Syafii bertemu di dalam pesawat kelas bisnis. Namun, pada saat itu, Buya Syafii malah menggerutu kepada panitia acara yang mengundangnya karena tiket pesawat tidak sesuai pesanan. Kata Alissa, Buya Syafii sudah berpesan kepada panitia agar dibelikan tiket pesawat yang kelas ekonomi.
“Saya bilang, Buya itu sudah sepuh, kita ingin Buya nyaman. Buya kan ingin bepergian, jadi bepergian yang nyaman, supaya menjaga kesehatan Buya. Ya nggak usah lah, kata Buya. Itu membuat saya malu,” ucap putri sulung dari sahabat karib Buya Syafii, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Lebih lanjut, Alissa bercerita pernah menangis karena menghadapi bangsa Indonesia yang banyak tantangan. Misalnya saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami pelemahan, satu sosok yang pertama kali diingat Alissa adalah Buya Syafii. Saat teringat Buya Syafii, Alissa kemudian memiliki tekad untuk terus berjuang dan tidak lantas menyerah.
Jalan hidup yang telah dipilih oleh Alissa untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia, memang tidak bisa memberikan kemuliaan secara finansial. Ia pun mengakui, tidak mungkin mencari nafkah dari kerja-kerja kemanusiaan yang selama ini digeluti bersama Gusdurian. Padahal Alissa juga punya berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk keluarganya sendiri.
“Kemudian saya langsung berpikir, saya ini kalau tua sepertinya akan seperti Buya yang memang hidupnya memilih jalan yang tidak akan memberikan materi yang berlebihan. Tapi hidupnya mulia dengan kebermaknaan,” katanya.
Bagi Alissa, Buya Syafii telah menjelma sebagai sosok yang sering muncul di kepala karena menjadi acuan di dalam berjuang. Keikhlasan Buya Syafii dalam menapaki hidup menjadi modal penyemangat untuk Alissa terus berjuang, terutama memperjuangkan nasib bagi banyak orang yang termarginalkan.
“Buya menjadi penyemangat saya. Jalan hidup yang saya pilih itu bukan jalan hidup yang mudah, tapi jalan hidup dengan modal perjuangan dan keikhlasan Buya,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2011-2016 Prof H Rochmat Wahab juga menceritakan tentang kesederhanaan hidup yang telah diteladankan Buya Syafii.
Prof Rochmat bersama Buya Syafii pernah bersama-sama melakukan perjalanan dari Yogyakarta ke Jakarta menggunakan kereta api, kemudian turun di Stasiun Gambir. Perjalanan dilanjutkan, Prof Rochmat diajak untuk mampir ke Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah di Menteng Jakarta Pusat.
“Saya diajak bareng-bareng mampir ke kantor beliau dengan pakai bajaj, bukan naik taksi. Kemudian sampai di kantor majelis dakwah, kita diajak makan di kantin belakang. Jadi bukan sesuatu yang istimewa, tapi inilah contoh kehidupan yang jauh dari bayangan kita, beliau sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. Ini tahun 2000-an. Saya masih junior, saya jadi dosen muda yang masih wara-wiri Yogya-Jakarta,” kata Prof Rochmat.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua