Nasional

Budaya Muakhi Landasan Keterbukaan dan Persaudaraan Masyarakat Lampung

Kamis, 29 November 2012 | 10:38 WIB

Jakarta, NU Online

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama Republik Indonesia menggelar Bedah Buku "Budaya Muakhi" karya Prof. Dr. A. Fauzie Nurdin, M.S. di Hotel Millenium Jakarta, Kamis (29/11). Hadir sebagai Pembedah adalah Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan dan Asisten Teritorial Panglima TNI Mayjend Dr. S. Widjanarko, S.Sos., MM., M.Sc.<>

"Buku Budaya Muakhi dan Pembangunan Daerah Menuju Masyarakat Bermartabat ini merupakan sebuah buku yang telah melalui proses panjang penelitian pustakan dan penelitian lapangan. Buku Budaya Muakhi ini merupakan potret sangat konprehensif mengenai masyarakat suku asli Lampung," tutur Fauzie Nurdin. 

Lebih lanjut Fauzi menjelaskan, secara konseptual dan praksis, budaya muakhi berlandaskan pada prinsip-prinsip moral islam yakni ukhuwah atau persaudaraan. Dalam implementasi budaya muakhi ini, masyarakat lampung memiliki majelis kemuakhian yang bertujuan untuk memusyawarahkan keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

"Forum kemuakhian bukanlah forum yang tertutup. Forum kemuakhian bukan hanya untuk warga yang memiliki ikatan kekerabatan dan pertalian darah saja, forum kemuakhian juga terbuka untuk diikuti oleh warga pendatang. Jadi para prinsipnya warga suku asli Lampung itu sangan religius dan terbuka," tandas Fauzie.

Pada kesempatan yang sama Kapuslitbang Kehidupan keagamaan Nur Kholis Setiawan menjelaskan, konsep-konsep masyarakat Nusantara pada umumnya dilandasi dengan konsep persaudaraan yang terbuka. Pada sebagian wilayah, konsep-konsep persaudaraan ini dilandaskan pada prinsip ajaran moral Islam.  

"Buku Budaya Muakhi Lampung yang kita bedah sekarang ini merupakan salah satu contoh bahwa Masyarakat lampung memiliki kearifan lokal yang sangat sinergi dengan konsep pembangunan daerah. Budaya Muakhi adalah modal dasar bagi bangsa Indonesia untuk terus meningkatkan peradabannya, khususnya bagi masyarakat Lampung," tandas Nur Kholis.


Sementara itu, Mayjend S. Widjanarko memaparkan, berdasarkan pengalamannya selama di lampung, masyarakat Lampung adalah masyarakat yang ramah dan bersahabat. Masyarakat Lampung bukan masyarakat yang anarkhi, kekerasan dan pertikaian yang terjadi di Lampung akhir-akhir ini bukan potret masyarakat suku asli Lampung. 


"Dan karenanya, tugas aparat keamanan menjadi sangat berat untuk mengetahui secara pasti, apa penyebab dari kejadian-kejadian yang sangat memprihatinkan tersebut. Dan ini bukan pekerjaan yang mudah," tutur Widjanarko.

 

Penulis : Syaifullah Amin