Nasional JELANG MUKTAMAR KE-33 NU

Buya Leter: Duet Hasyim Muzadi-Said Aqil Pantas Dipertimbangkan

Rabu, 15 Juli 2015 | 18:01 WIB

Padang, NU Online
Tiga nama kandidat Ketua Umum Tanfidziyah PBNU 2015-2020 mulai mencuat. Masing-masing Ketum Tanfidziyah PBNU 2010-2015 Prof Dr KH Said Aqil Siroj, Wakil Ketum Tanfidziyah PBNU 2010-2015 Dr KH As'ad Said Ali dan pengasuh Pondok  Pesantren Tebuireng Jombang, Dr KH Salahuddin Wahid. Seiring dengan itu, muncul pula gagasan duet KH Hasyim Muzadi sebagai calon Rais Aam (syuriyah) dengan Said Aqil Siroj sebagai calon Ketua Umum (Tanfidziyah) untuk lima tahun ke depan.<>

A'wan PBNU Buya Drs H Tuanku Bagindo Mohammad Leter menilai keduanya pantas dipertimbangkan oleh peserta Muktamar ke 33 di Jombang yang berlangsung 1 – 5 Agustus 2015 mendatang. Keduanya sudah berpengalaman dalam memimpin NU sehingga masing-masingnya sudah memiliki jejak rekam yang pantas diberikan apresiasi.

Buya Drs. H. Tuanku Bagindo Mohammad Leter menjawab pertanyaan NU Online di kediamannya, kawasan Ulakkarang, Padang, Sumatera Barat, Selasa (14/7) mengemukakan, Kiai Hasyim sudah berpengalaman sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dua periode. Dengan pengalaman tersebut, tentu banyak capaian program NU yang sudah dilaksanakannya.

"Rais A'am ke depan sebaiknya orang yang pernah memimpin PBNU di tanfidziyah. Alasannya, sangat memahami organiasi NU dan memahami dengan baik dinamika paham Ahlussunnah Waljamaah di Nahdlatul Ulama. Memiliki pengalaman politik NU dan politik kebangsaan. Sehingga NU bisa menjaga netralitas dan toleransi dalam politik kebangsaan. Apalagi umat Islam Indonesia merupakan umat Islam yang sangat toleransi di dunia. Bandingkan dengan di Eropah, dimana umat Islamnya minoritas, selalu tertindas. Di Indonesia, justru umat minoritas dilindungi oleh NU," kata Buya Leter.

Sosok demikian, kata Buya Leter yang masuk dalam daftar 39 ulama yang diusulkan sebagai calon anggota Ahlul Halli wal Aqdi, ada pada Kiai Hasyim Muzadi. Ia memahami politik NU dalam kehidupan berbangsa dan di internasional.

"Apalagi saat ini posisi Kiai Hasyim Muzadi sebagai salah seorang Dewan Pertimbangan Presiden, diharapkan bernilai positif bagi NU ke depan dalam menjalankan program-programnya," kata Buya Leter satu dari tujuh penerima penghargaan Bela Negara dari Pemerintahan RI yang diserahkan oleh Menhan Ryamizard Ryacudu, di Monas, Jakarta, 19 Desember 2014 lalu.

Menurut Buya Leter, selain memiliki pengalaman di Nahdlatul Ulama, Kiai Hasyim juga memiliki pengalaman di pentas politik. Sehingga diharapkan dengan pengalaman tersebut posisi NU dengan kekuatan politik di negeri ini tetap terjaga dengan baik.

Sementara itu, sosok yang memimpin Tanfidziyah haruslah seorang tokoh, memiliki jajaran tim di Nahdlatul Ulama, pernah memimpin NU, atau berangkat dari  badan otonomi NU. Sehingga ia mengerti dan paham dengan NU itu. Sosok ini mampu menyelesaikan masalah, bukan membuat masalah.

 

Sosok seperti itu, kata Buya Leter, masih bisa diberikan kepada Kiai Said Aqil yang memimpin NU selama lima tahun ini. Apa yang sudah dilakukan selama lima tahun ini pantas diberikan apresiasi. Tanpa mengenyampingkan program-program lain, namun program strategis pendirian Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) di sejumlah wilayah dan di Jakarta sendiri pantas diberikan apresiasi.

Dikatakannya, perguruan tinggi memiliki peran yang amat penting dalam perjalanan NU ke depan. Perguruan tinggi wadah menyiapkan tenaga-tenaga profesional dan handal masa depan yang  lulusannya paham dengan NU.

"Untuk itu, tidak ada salahnya jika para muktamirin di Jombang  kembali mempercayai Kiai Said Aqil Siradj sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU lima tahun ke depan. Karena program UNU tersebut masih terbengkalai, perlu dilanjutkan oleh Kiai Said Aqil Siradj. Di Sumatera Barat sendiri, program UNU ini masih dalam proses. Kita berharap ini bisa terealisir secepatnya. Sebab, tanpa perguruan tinggi, sulit NU berkembang dengan cepat," tambah Buya 

Meski kedua tokoh ini dimunculkan, Buya Leter tetap berkeyakinan siapa pun yang terpilih nantinya, itulah pilihan terbaik bagi NU lima tahun ke depan. Apalagi jika pemilihan Rais A'am disepakati dengan  penerapan Ahlul Halli wal Aqdi. (Armaidi Tanjung/Anam)