Nasional

Cara Melaksanakan Shalat Idul Adha

Selasa, 27 Juni 2023 | 15:00 WIB

Cara Melaksanakan Shalat Idul Adha

Ilustrasi shalat Idul Adha. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online 
Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam sangat disunnahkan untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Shalat ini memiliki syarat dan rukun yang tidak berbeda dengan shalat lainnya. Pun juga berbagai macam hal yang membatalkannya juga tidak memiliki perbedaan dengan shalat pada umumnya.


Namun, perbedaannya adalah shalat ini tidak diawali dengan adzan dan iqamah. Dalam tata cara pelaksanaannya, shalat ini juga memiliki sedikit perbedaan. Shalat Idul Adha dapat dilakukan sejak terbitnya matahari pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga waktu Zuhur di hari yang sama tiba.


Shalat Idul Adha dilakukan dua rakaat. Shalat ini dianjurkan untuk dilakukan secara berjamaah. Namun, boleh juga shalat Idul Adha ini dilaksanakan secara sendirian (munfarid) jika terlambat berjamaah.


Adapun tata cara shalat Idul Adha sesuai penjelasan KHR Asnawi, salah satu pendiri NU asal Kudus, dalam kitabnya yang berjudul Fashalatan, adalah sebagai berikut. Hal ini seperti dikutip dari Mahbib Khoiron dalam tulisan berjudul 'Tata Cara Shalat Idul Adha', pada Selasa (27/6/2023).


Pertama, shalat Idul Adha ini diawali dengan niat. Niat ini sunnah untuk dilafalkan untuk membimbing hati membaca niat yang sama. 


Adapun niat shalat Idul Adha adalah berikut:

  أُصَلِّيْ  سُنَّةً لعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَـــالَى


“Ushallî sunnatan li ‘îdil adlhâ (imaman/makmuman) rak'taini” lillahi ta’ala.


Artinya, “Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”


Jika shalat dilaksanakan sendirian, tidak perlu menambah kata di dalam kurung (imaman atau makmuman). Namun, ketika menjadi imam, perlu ditambah “imâman”, sedang ketika menjadi makmun perlu ditambah “makmûman” sebagaimana termaktub di atas.


Kedua, takbiratul ihram sebagaimana shalat biasa. Setelah membaca doa iftitah, shalat ini dilanjutkan dengan membaca takbir dengan mengangkat tangan sebanyak tujuh kali untuk rakaat pertama. Di antara takbir-takbir itu dianjurkan membaca lafal berikut:


اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا


Allahu akbar kabira walhamdu lilahi katsira wa subhanallahi bukratan wa ashila. 


Artinya, “Allah Mahabesar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Mahasuci Allah, baik waktu pagi dan petang.”


Atau boleh juga membaca:


سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ


Subhanallah wal hamdu lillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar


Artinya: “Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah Maha besar.” 


Setelah itu, barulah membaca Surat al-Fatihah. Berikutnya, dianjurkan membaca Surat al-A'lâ. Kemudian dilanjutkan dengan ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa.


Lalu berdiri untuk rakaat kedua. Dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sejumlah lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allâhu akbar” seperti sebelumnya. Di antara takbir-takbir itu, disunnahkan untuk melafalkan kembali bacaan sebagaimana dijelaskan pada poin kedua.


Usai membaca Surat al-Fatihah, pada rakaat kedua ini dianjurkan membaca Surat al-Ghâsyiyah. Berlanjut ke ruku’, i’tidal, sujud, dan seterusnya hingga salam.


Kelima, jamaah disunnahkan untuk menyimak khutbah Idul Adha selepas shalat. Hal ini tidak berlaku bagi orang yang shalat Idul Adha secara sendirian.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Syamsul Arifin